Selasa, 22 September 2015

GAUDIUM ET SPES

PASTORAL CONSTITUTION
ON THE CHURCH IN THE
MODERN WORLD
GAUDIUM ET SPES
AD PERPETUAM REI MEMORIAM
PROMULGATED BY
HIS HOLINESS, POPE PAUL VI
ON DECEMBER 7, 1965

KONSTITUSI PASTORAL 
TENTANG GEREJA DI DUNIA
DEWASA INI
KEGEMBIRAAN DAN HARAPAN
SEBUAH MONUMEN PERINGATAN ABADI 
DISAMPAIKAN OLEH
SRI PAUS PAULUS VI
PADA 7 DESEMBER 1965


PREFACE
PEMBUKAAN

1. De intima coniunctione Ecclesiae cum tota familia gentium. The joys and the hopes, the griefs and the anxieties of the men of this age, especially those who are poor or in any way afflicted, these are the joys and hopes, the griefs and anxieties of the followers of Christ. Indeed, nothing genuinely human fails to raise an echo in their hearts. For theirs is a community composed of men. United in Christ, they are led by the Holy Spirit in their journey to the Kingdom of their Father and they have welcomed the news of salvation which is meant for every man. That is why this community realizes that it is truly linked with mankind and its history by the deepest of bonds.
1. Mengenai hubungan erat antara Gereja dan seluruh keluarga bangsa – bangsa. Sukacita dan harapan, kesedihan dan kecemasan pada zaman ini, terutama mereka yang miskin dan semua yang menderita, ini adalah sukacita dan harapan, kesedihan dan kecemasan para pengikut Kristus. Dan tidak ada yang benar – benar manusiawi yang tidak menggema di hati, karena bagi merekalah komunitas manusia ini terbentuk. Di dalam Kristus, dipimpin oleh Roh Kudus dalam perjalanan menuju Kerajaan Bapa dan telah menerima kabar keselamatan yang diperuntukkan bagi setiap manusia. Itulah sebabnya komunitas ini menyadari bahwa hal ini benar – benar berkaitan dengan kehidupan manusia dan sejarahnya dalam ikatannya yang terdalam. 

2. Ad quosnam Concillium sermonem dirigat. Hence this Second Vatican Council, having probed more profoundly into the mystery of the Church, now addresses itself without hesitation, not only to the sons of the Church and to all who invoke the name of Christ, but to the whole of humanity. For the council yearns to explain to everyone how it conceives of the presence and activity of the Church in the world of today.
2. Kepada siapa amanat Konsili ditujukan. Maka Konsili Vatikan Kedua ini, telah membuktikan lebih dalam lagi misteri Gereja, sekarang dengan tanpa ragu – ragu ditujukan, tidak hanya kepada putera – putera Gereja dan kepada semua orang yang memohon dalam nama Kristus, tapi kepada seluruh umat manusia. Kepada merekalah Konsili rindu untuk menjelaskan kepada semua orang bagaimana terciptanya kehadiran Gereja dan aktivitasnya kepada dunia saat ini.


Therefore, the council focuses its attention on the world of men, the whole human family along with the sum of those realities in the midst of which it lives; that world which is the theater of man's history, and the heir of his energies, his tragedies and his triumphs; that world which the Christian sees as created and sustained by its Maker's love, fallen indeed into the bondage of sin, yet emancipated now by Christ, Who was crucified and rose again to break the strangle hold of personified evil, so that the world might be fashioned anew according to God's design and reach its fulfillment.
Oleh karena itu, Konsili memfokuskan perhatiaanya pada dunia manusia, semua keluarga manusia dengan seluruh realitasnya di tengah kehidupannya; di mana dunia adalah panggung sejarah manusia, dan pewaris kekuatannya, tragedinya dan kemenangannya; dunia yang orang Kristen lihat sebagai ciptaan dan terpelihara oleh cinta Sang Pencipta, yang memang jatuh dalam belenggu dosa, namun sekarang telah dimerdekakan oleh Kristus, yang telah disalibkan dan bangkit kembali untuk mematahkan cengkeraman wujud kejahatan, agar dunia dapat dibentuk lagi sesuai dengan rencana Allah dan mencapai pemenuhannya.

3. De ministerio homini praebendo. Though mankind is stricken with wonder at its own discoveries and its power, it often raises anxious questions about the current trend of the world, about the place and role of man in the universe, about the meaning of its individual and collective strivings, and about the ultimate destiny of reality and of humanity. Hence, giving witness and voice to the faith of the whole people of God gathered together by Christ, this council can provide no more eloquent proof of its solidarity with, as well as its respect and love for the entire human family with which it is bound up, than by engaging with it in conversation about these various problems. The council brings to mankind light kindled from the Gospel, and puts at its disposal those saving resources which the Church herself, under the guidance of the Holy Spirit, receives from her Founder. For the human person deserves to be preserved; human society deserves to be renewed. Hence the focal point of our total presentation will be man himself, whole and entire, body and soul, heart and conscience, mind and will.
3. Pengabdian kepada manusia. Walaupun manusia kagum pada penemuan dan kuasanya sendiri, sering muncul kecemasan dengan mempertanyakan tentang kecenderungan dunia saat ini, tentang tempat dan peran manusia di alam semesta, tentang arti sebagai individu dan perjuangannya bersama, dan tentang tujuan akhir dari realitas dan kemanusiaan. Oleh karena itu dengan memberikan kesaksian dan suara tentang iman kepada semua umat Tuhan yang bersatu di dalam Kristus, Konsili ini tidak dapat memberikan bukti dan penjelasan lebih, dalam kesetiakawanannya, juga penghormatan dan kasih untuk semua keluarga manusia dimana terjadinya ikatan, dari pada dengan bersatu dan terlibat dalam pembahasan tentang berbagai masalah tersebut. Konsili ini memberikan kepada kemanusiaan terang yang bernyala dari Injil, dan meletakkan pemberian sumber keselamatan yaitu Gereja itu sendiri, dalam bimbingan Roh Kudus, yang diterima dari Sang Pendiri. Karena pribadi manusia berhak mendapat keselamatan; masyarakat diperbaharui. Maka pusat perhatian pada seluruh pemaparan kami akanlah manusia itu sendiri, utuh dan seluruh, tubuh dan jiwa, hati dan nurani, pikiran dan kehendak.

Therefore, this sacred synod, proclaiming the noble destiny of man and championing the Godlike seed which has been sown in him, offers to mankind the honest assistance of the Church in fostering that brotherhood of all men which corresponds to this destiny of theirs. Inspired by no earthly ambition, the Church seeks but a solitary goal: to carry forward the work of Christ under the lead of the befriending Spirit. And Christ entered this world to give witness to the truth, to rescue and not to sit in judgment, to serve and not to be served.(2)

Oleh karenanya, pertemuan suci para uskup ini, menyatakan panggilan mulia manusia dan memperjuangkan benih ke – Allah – an yang telah ditaburkan dalam dirinya, menawarkan kepada umat manusia pendampingan Gereja yang tulus dalam memupuk persaudaraan semua manusia yang sesuai dengan panggilan mereka. Gereja terinspirasi bukan oleh ambisi duniawi, melainkan mencari suatu tujuan tersendiri: untuk melanjutkan karya Kristus dibawah pimpinan Roh Persahabatan. Dan Kristus hadir di dunia ini untuk memberi kesaksian akan kebenaran, untuk menyelamatkan dan bukan untuk menghakimi, untuk melayani dan bukan untuk dilayani.(2)


Selasa, 15 September 2015

JUMPA

(Sebuah Percikan Permenungan)

Awal bulan Januari 2012, saya sengaja mengunjungi kota Ambon dan salah
satunya ingin berjumpa dengan Mgr. Andreas Sol MSC. Tatkala saya ungkapkan
tentang hari pentahbisan saya, Mgr. Andreas langsung teringat peristiwa itu.
Perjumpaan yang beberapa menit itu ternyata bisa membuka takbir kisah-kisah
yang luar biasa. Seolah-olah tirai masa lalu terbuka lebar dan Mgr. Sol
berbicara dengan suara lantang tentang pengalamannya sewaktu berkarya
sebagai uskup. Pertama-tama berbicara tentang sejarah Maluku, kemudian
Perpustakaan Rumpius yang merupakan harta tidak ternilai harganya bagi
Maluku. Apa yang dituturkan itu, bagi saya bagaikan menonton film kehidupan.
Energi positif yang disebarkan oleh Mgr. Sol telah memberikan daya dorong
yang positif pula terhadap orang yang dijumpai.

Pengalaman perjumpaan memiliki banyak dimensinya. Ketika saya
berjalan-jalan di kota Manado dan berjumpa dengan kerumunan orang atau
pembeli toko di Gramedia, tidak ada getar-getar hati dalam diriku. Semua
berjalan biasa-biasa saja. Kemudian, ada perjumpaan yang menyakitkan. Suatu
kali ada seorang ibu yang kedapatan sakit parah. Selama bertahun-tahun, ibu
itu tergolek di ranjang yang pengap. Di wajahnya terlihat ada rasa dendam.
Ketika saya mengunjunginya, ibu itu men-sharing-kan pengalamannya sendiri
tanpa diminta, "Setiap subuh, saya hampir pasti sesak nafas, karena hari ini
akan berjumpa dengan menantuku. Dada menjadi sesak dan hati terasa pedih!"
Perjumpaan-perjumpaan dari ibu dan menantu ini merupakan perjumpaan yang
tidak produktif. Dua orang yang memiliki rasa saling membenci yang berjumpa
akan menguras energi. Perjumpaan yang mungkin hanya beberapa saat saja,
rasanya begitu lama. Konon kabarnya, setelah ada perdamaian antara ibu dan
menantu itu – secara berangsur-angsur – ibu itu mengalami kesembuhan yang
sangat berarti. Gunawan Mohamad dalam Catatan Pinggir yang berjudul
"Kunthi", berkisah tentang perjumpaan yang mengharukan antara Kunthi dan
anaknya, Karna. Keharuan yang sangat mendalam melingkupi perjumpaan di senja
hari itu. Dalam perjumpaan itu, Kunthi membuka rahasia, bahwa Karna adalah
anak kandung sendiri. Menjelang "perang tanding" antara Karna dan Arjuna,
sang bunda intervensi, supaya Karna mengalah melawan Pandawa Lima.
Perjumpaan yang pertama dan terakhir dengan sang bunda ini bagi Karna
sungguh merupakan pengalaman yang amat berharga sekaligus menyedihkan.

Film yang berjudul Ben Hur, mengajak kita berefleksi tentang makna
perjumpaan. Pada waktu itu Judah Ben Hur sebagai tawanan atau lebih tepat
akan dijadikan budak digiring menuju suatu tempat yang tangan dan kakinya
diborgol. Ben Hur mengalami keputusasaan yang amat mendalam. Namun
pengalaman perjumpaan dengan Yesus – yang ia tidak kenal itu – membuat
dirinya memiliki semangat untuk bertahan dan akhirnya menjadi "pembebas"
bagi adiknya: Esther dan ibunya: Miriam. Wajah dan sinar mata-Nya yang
teduh memberikan kesejukan bagi Ben Hur untuk bertahan dalam tekanan
kekuasaan bangsa Romawi. Perjumpaan Yesus yang sudah bangkit dengan para
murid di Emaus. Hati para murid menjadi semangat dan berkobar-kobar (Luk
24: 32). Zhakeus, si pemungut cukai juga mengalami hal yang sama. Perjumpaan
dengan Yesus bahkan sudi mampir ke rumahnya membawa perubahan dalam dirinya.
(Luk 19: 1 – 10). Samuel Willard Crompton dalam 100 Hubungan Yang
Berpengaruh di dalam Sejarah Dunia, hendak memperlihatkan bahwa perjumpaan
antara dua orang yang memiliki visi yang sama bisa menggoncang dunia.
Kolaborasi antara dua orang yang berpikir secara positif menghasilkan
sesuatu yang luar biasa. Mereka itu adalah: Kubilai Khan (1215 – 1294) dan
Marco Polo (1254 – 1324), Paus Yulis II (1443 – 1513) dan Michelangelo
(1475 – 1564) dan tentunya masih banyak lagi perjumpaan-perjumpaan yang
menghasilkan buah-buah berlimpah.

Orang Jawa memiliki peribahasa, "Witing tresno jalaran saka kulina" yang
berarti: orang bisa saling mencintai karena sering berjumpa. Saya pernah
tinggal satu tahun di suku Muyu – pedalaman Merauke. Saya heran ada seorang
guru asli Manado yang jatuh cinta dengan orang pedalaman. Dia mengatakan
bahwa perjumpaan yang terjadi setiap hari membuat dirinya tergetar hatinya
dan kini mereka berdua sudah membangun bahtera cinta. Ada juga seorang
karyawan – gadis yang bertugas di ruang receptionist pada sebuah perusahaan.
Gadis ini pada awalnya "tidak ada hati" sama sekali terhadap seorang duda
tua yang datang ke kantor melewati meja penerima tamu. Perjumpaan setiap
hari di awal pagi membuat kedua anak manusia itu tergetar. Kemudian sang
duda berkata, "Memang ada kata romantik yang berbunyi: first love never
dies, tetapi perjumpaan-perjumpaan yang kami alami semakin membuat cinta
kami bersemi dan bertumbuh."

Perjumpaan-perjumpaan masa lalu, seperti masa sekolah maupun masa-masa
bermain meninggalkan kesan yang mendalam. Masa pendidikan dan pembinaan bagi
para murid adalah masa yang amat berat. Pengalaman dimarahi guru dan
mendapat nilai merah membuat murid menjadi marah kepada gurunya. Bahkan
beberapa guru dan dosen dijuluki killer. Namun setelah murid-murid ini
menjadi "orang" dan berjumpa dengan sang guru, pujian dan ucapan syukurlah
yang disampaikan kepadanya. Pengajaran yang keras dan "kejam" dari para guru
dianggap sebagai grace in disguise. Mantan murid pun berkata, "Jika dulu
kami-kami ini tidak dididik secara keras oleh bapak dan ibu guru, tentunya
tidak akan menjadi orang seperti sekarang ini!" Pengalaman masa lalu yang
barangkali penuh duka itu pun terbayar tatkala melihat hasil yang kini sudah
dinikmati. Peribahasa, "Kemarau setahun dibayar dengan hujan satu hari,"
agaknya tepat untuk memahami makna ini. Ada rasa damai dan sejuk.

Sementara menulis artikel ini dari jauh terdengar lagu dangdut yang
dilantunkan oleh Masyur Subhawannur. Syairnya kira-kira demikian, "Bukan
perpisahan yang kutangisi, hanya perjumpaan yang kusesali." Hal yang pasti
dari perjumpaan adalah perpisahan. Sebelum berjumpa kita harus menyiapkan
diri untuk berpisah.

Terkadang, dua anak manusia yang telah berjumpa dan saling menyayangi –
entah karena sesuatu hal – mereka harus berpisah. Laki-laki itu berkata
lirih, mengutip kata-kata Rhoma Irama, "Kau yang mulai - kau juga yang
mengakhiri. Kau yang berjanji - kau yang mengingkari" Tambahnya lagi
dengan kata-katanya sendiri, "Kalau tahu begini, lebih baik dulu aku tidak
jumpa!"

Skolastikat MSC, 16 Januari 2012
Biara Hati Kudus – Pineleng
Jl. Manado – Tomohon KM. 09
MANADO – Sulawesi Utara – 95361

--
Posting oleh PDS - Alumni PIKA ke Artikel pada 1/16/2012 02:49:00 AM

Selasa, 23 Juni 2015

Kekuatan Tanpa Kekerasan

Pada tanggal 9 Juni Dr. Arun Gandhi memberikan ceramah di Universitas Puerto
Rico dan bercerita bagaimana memberikan contoh tanpa-kekerasan yang dapat
diterapkan di sebuah keluarga.

"Waktu itu saya masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama dengan orang tua
di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, di tengah-tengah kebun
tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika Selatan. Kami tinggal jauh
dipedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tak heran bila saya dan dua saudara
perempuan saya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk
mengunjungi teman atau menonton bioskop.

Suatu hari, ayah meminta saya untuk mengantarkan beliau ke kota untuk
menghadiri konferensi sehari penuh. Dan, saya sangat gembira dengan
kesempatan itu. Tahu bahwa saya akan pergi ke kota, ibu memberikan daftar
belanjaan yang ia perlukan. Selain itu, ayah juga meminta saya untuk
mengerjakan beberapa pekerjaan yang lama tertunda, seperti memperbaiki mobil
di bengkel.

Pagi itu, setiba di tempat konferensi, ayah berkata, "Ayah tunggu kau disini
jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama" . Segera saja saya
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan oleh ayah saya. Kemudian,
saya pergi ke bioskop. Wah, saya benar-benar terpikat dengan dua permainan
John Wayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam menunjukkan pukul
5:30, langsung saya berlari menuju bengkel mobil dan terburu-buru menjemput
ayah yang sudah menunggu saya. Saat itu sudah hampir pukul 6:00. Dengan
gelisah ayah menanyai saya : "Kenapa kau terlambat ?" Saya sangat malu untuk
mengakui bahwa saya menonton film, sehingga saya menjawab : "Tadi, mobilnya
belum siap sehingga saya harus menunggu". Padahal, ternyata tanpa
sepengetahuan saya, ayah telah menelepon bengkel mobil itu. Dan, kini ayah
tahu kalau saya  berbohong. Lalu ayah berkata : "Ada sesuatu yang salah
dalam membesarkan kau sehingga kau tidak memiliki keberanian untuk
menceritakan kebenaran pada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah
akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya
baik-baik".

Lalu, ayah dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya, ayah mulai
berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan
sama sekali tidak rata. Saya tidak bisa meninggalkan ayah, maka selama lima
setengah jam, saya mengendarai mobil pelan-pelan di belakang beliau, melihat
penderitaan yang dialami oleh ayah hanya karena kebohongan yang bodoh yang
saya lakukan. Sejak itu saja tidak pernah akan berbohong lagi.

Seringkali saya berpikir mengenai episode ini dan merasa heran. Seandainya
ayah menghukum saya sebagaimana kita menghukum anak-anak kita maka apakah
saya akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai tanpa-kekerasan ?

Saya kira tidak. Saya akan menderita atas hukuman itu dan melakukan hal yang
sama lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa-kekerasan yang sangat
luar biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin.
Itulah kekuatan tanpa-kekerasan" .

Diadaptasi dari "The Power Of Nonviolence" , copyright Dr. Arun Gandhi.
Dr. Arun Gandhi adalah cucu Mahatma Gandhi dan pendiri Lembaga M.K.Gandhi.



--
Posting oleh PDS - Alumni PIKA ke Artikel pada 8/11/2008 08:57:00 PM