Rabu, 23 Agustus 2017

BEBERAPA TEMUAN TENTANG PERBEDAAN PADA PROSES PENYALIBAN YESUS

ANGGAPAN POPULER VS HASIL PENYELIDIKAN KAIN KAFAN TURIN

Pada tahun 1978 terbentuk kelompok ilmuwan dalam sebuah misi yang dinamakan "Shroud of Turin Research Project" atau Proyek Penelitian Kain Kafan Turin. Berikut kutipan laporan akhir mereka :

"We can conclude for now that the Shroud image is that of a real human form of a scourged, crucified man. It is not the product of an artist. The blood stains are composed of hemoglobin and also give a positive test for serum albumin. The image is an ongoing mystery and until further chemical studies are made, perhaps by this group of scientists, or perhaps by some scientists in the future, the problem remains unsolved." Sekarang kita dapat menyimpulkan bahwa gambar pada kain kafan tersebut adalah benar-benar manusia karena disiksa dan disalibkan. Ini bukanlah hasil karya seorang seniman. Noda-noda darah tersebut terdiri dari hemoglobin dan juga setelah dilakukan tes, hasilnya adalah positif terdapat juga serum albumin. Citra gelap terang yang ditemukan tersebut (yang bukan karena bercak darah) masih merupakan misteri yang terus berlanjut dan sampai penelitian kimia lebih lanjut dilakukan, mungkin oleh kelompok para ilmuwan ini, atau mungkin oleh beberapa ilmuwan di masa depan, munculnya citra tersebut masih belum terpecahkan.

Sekitar 600 tahun sebelum itu, pada tahun 1389, Kain Kafan Turin masih berada di Prancis dan dinyatakan palsu oleh Uskup Pierre d’Arcis, Gereja Troyes, kemungkinan karena semenjak 35 tahun kemunculan Kain Kafan tersebut di Prancis belum juga diketahui asal-usul dari mana kain tersebut berasal. Berikut kutipan surat Uskup Pierre d’Arcis kepada Paus Clemen VII (Paus pertama setelah Kepausan Barat mengalami perpecahan)  ''The case, Holy Father, stands thus. Some time since in this diocese of Troyes, the dean of a certain collegiate church . . . falsely and deceitfully, being consumed with the passion of avarice, and not from any motive of devotion but only of gain, procured for his church a certain cloth cunningly painted, upon which by a clever sleight of hand was depicted the twofold image of one man, that is to say, the back and the front, he falsely declaring and pretending that this was the actual shroud in which our Savior Jesus Christ was enfolded in the tomb.''Kasusnya, Bapa Suci, adalah sebagai berikut. Beberapa saat sejak di Keuskupan Troyes ini, ada dekan gereja perguruan tinggi tertentu. . . memalsukan dan secara licik, dikuasai dengan semangat ketamakan, dan bukan dari motif pengabdian tapi hanya demi keuntungan, memperlengkapi gerejanya dengan kain yang dilukis dengan terampil, yang dengan tangan liciknya menggambarkan lipat dua  gambar satu orang, bisa dikatakan, bagian belakang dan depan, dia dengan salah menyatakan dan berbohong, bahwa inilah kain kafan yang sebenarnya di mana Juruselamat kita Yesus Kristus telah terbungkus di dalamnya di dalam kuburan.”

Setelah menyampaikan bagaimana kain kafan ini dipamerkan sebagai kain kafan asli dan bagaimana keajaiban-keajaiban yang dipalsukan telah ditambahkan untuk meningkatkan kepercayaan pada keaslian kain kafan tersebut, d'Arcis menyampaikan: ''Eventually, after diligent inquiry and examination'' - an earlier bishop of Troyes -''discovered the fraud and how the said cloth had been cunningly painted, the truth being attested by the artist who had painted it.''  “Akhirnya, setelah melakukan penyelidikan dan pemeriksaan secara teliti  - 'dari uskup Troyes yang sebelumnya' '' ditemukan kecurangan dan bagaimana kain tersebut dilukis dengan licik, kebenaran ini juga telah diakui oleh seniman yang telah melukisnya. ''
Saat ini gereja belum pernah secara resmi menyatakan bahwa Kain Kafan yang sekarang berada di Turin adalah kain yang dipakai untuk menguburkan Yesus, tetapi juga tidak secara aktif melarang kepercayaan tersebut. Ditambah dengan hasil test radio karbon pada tahun 1988, yang menyatakan umur kain kafan tersebut baru sekitar 700 tahun, atau baru ada sekitar tahun 1300-an.


Terlepas dari pro dan kontra, ada fakta menarik yang muncul, seolah-olah kain kafan ini ingin berbicara sendiri tentang keberadaannya, sebagai bukti forensik, bisa dikatakan demikian, tentang bagaimana proses penyaliban itu terjadi.


Ecce homo!

Lihatlah manusia itu! Demikian ucapan Pilatus, waktu memperlihatkan Yesus kepada orang-orang Yahudi, sesudah Yesus diperintahkannya untuk didera dan kemudian dimahkotai duri oleh para pendera-Nya.



Marilah kita dengar kisah Yohanes:
"Pilatus keluar lagi menghadapi orang-orang Yahudi dan berkata kepada mereka. 'Tak ada kesalahan sedikit pun kudapati pada-Nya. Adapun pada hari raya biasanya kulepaskan bagimu salah seorang: maukah kamu kulepaskan raja orang Yahudi bagimu?'



Maka berteriaklah mereka, 'Jangan Dia, melainkan Barabas.' Adapun Barabas itu ialah seorang penyamun. Sesudah itu Pilatus menyuruh bawa Yesus untuk didera. Lalu laskar-laskar menganyam sebuah mahkota dari ranting-ranting duri yang dipasangnya di atas kepala Yesus.




Mereka mengenakan kepada-Nya kain selimut yang berwarna merah tua, kemudian mereka mendekati-Nya sambil berkata, 'Salam, hai raja orang Yahudi. 'Lihatlah, aku membawa Dia ke hadapanmu, supaya kamu tahu, bahwa tak satu kesalahan pun kudapati pada-Nya.' Yesus pun keluar bermahkota duri-duri dan berselimut kain merah tua itu. Berkatalah Pilatus kepada mereka itu, 'Lihatlah manusia itu.""



Pada waktu itu orang-orang Yahudi dapat melihat dengan mata kepala mereka sendiri keadaan Yesus akibat didera dan dimahkotai duri: Manusia yang penuh luka, berlumuran darah, hilang rupa dan menyeramkan. "Ecce homo" - Disengaja oleh Pilatus kesengsaraan Yesus yang demikian mengerikan itu, agar ia dapat memperlihatkan-Nya kepada orang-orang Yahudi dengan harapan dapat meluluhkan hati mereka dan membebaskan Yesus.

Orang-orang Yahudi pasti teringat akan nubuat Nabi Asha'ya - yang menulis nubuat itu sekitar tahun 700SM, tentang "Hamba Allah yang Menderita", pada waktu melihat Yesus yang demikian menderita:

"Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia - begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi - demikianlah ia akan membuat tercengang banyak bangsa, raja-raja akan mengatupkan mulutnya melihat dia ... Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya.
Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan;
ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia, dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan.



Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.
Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.
Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi Tuhan telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.
Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang nasibnya siapakah yang memikirkannya?
Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah.
Orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya.
Tetapi Tuhan berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan.
Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak Tuhan akan terlaksana olehnya. Dan hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul.
Sebab itu Aku akan membagikan kepadanya orang-orang besar sebagai rampasan, dan ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan, yaitu sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut, dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak." (Kitab Yesaya 52:13 - 53:12)



Meleset dari yang diharapkan, bukan hati yang remuk oleh penyesalan yang didapati Pilatus, melainkan kobaran dengki dan dendam yang makin menggilas hati mereka. Melihat tontonan berdarah itu, semakin merahlah mata mereka dan berteriak-teriaklah mereka, "Salibkan, salibkan Dia!" Dengan kegagalan siasatnya itu, Pilatus tidak berhenti berikhtiar untuk melepaskan Yesus. Dan pada waktu ia sudah merasa terpojok dan kehabisan akal, ia pun "menghantar Yesus keluar lalu duduk di atas kursi pengadilannya [.....] Berkatalah Pilatus, "Lihatlah, itu Rajamu!" Teriakan orang Yahudi menjadi-jadi. "Patutkah aku menyalibkan Rajamu?" kata Pilatus. Usahanya tidak berhasil, ia ketakutan oleh teriakan menggila mereka, dan akhirnya "menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan" (Yohanes 19:13-16a).

Nabi Asha'ya/Yesaya menubuatkan Hamba Tuhan yang menderita sehina-hinanya; Pilatus menunjukkan Orangnya - "Ecce homo": Inilah Orangnya. Lihatlah! - Tanpa mengetahuinya, Pilatus menjadi corong Penyelenggaraan Ilahi untuk menyatakan betapa besar cinta kasih Ilahi kepada manusia berdosa, sehingga tidak menyayangkan Putera-Nya yang terkasih sendiri demi penebusan manusia. Banyak pelukis yang mencoba mengabadikan adegan cinta kasih Ilahi itu dengan memberikan pewujudan kepada Sang Manusia Menderita. Dengan lukisan-lukisan itu kita sekarang ini, seperti orang-orang Yahudi dahulu, dapat melihat perwujudan Hamba Allah yang Menderita, yang dinubuatkan Yesaya dan dikisahkan Yohanes kepada kita. Ya. Membaca ucapan Pilatus, "Lihatlah manusia itu!", kita akan tergerak untuk melihat dengan mata angan-angan bagaimana rupa Sang Manusia itu. Dalam hati kita berdoa, "Ya Tuhan, tunjukkanlah wajah-Mu itu! Biar kami juga melihat seperti yang dilihat oleh orang-orang Yahudi dahulu."


Penelitian Kain Kafan

Pertanyaan-pertanyaan yang timbul tentang Kain kafan Turin itu telah menciptakan ilmu pengetahuan baru, yang disebut sindonologi. (Sindon, bhs. Latin, berarti: kain kafan.) Pertanyaan-pertanyaan itu mengenai:
1. Keaslian (autentisitas) Kain kafan: Apakah Kain kafan Turin itu benar-benar kain linen yang dibeli oleh Yusuf Arimatea untuk membungkus (mangafani) tubuh Yesus?
2. Keaslian (kesungguhan) gambar pada Kain kafan: Apakah gambar yang tertera pada Kain kafan itu sungguh-sungguh bekas darah yang mengalir dari luka-luka? Mungkinkah itu hanya hasil lukisan seorang seniman, suatu tiruan dari abad 14 atau sebelumnya?
3. Bagaimana gambar itu sampai tertera pada Kain kafan? Bagaimana darah-darah yang meliputi tubuh penuh luka itu membekas (mengecap) pada Kain kafan, sehingga timbullah perwujudan manusia Kain kafan itu?

Penelitian Kain kafan bermula dengan pembuatan foto Kain kafan itu pada tahun 1898 oleh Secondo Pia. Sambil mengikuti pameran umum yang jarang dibuat untuk Kain kafan Turin, Secondo Pia, seorang fotografer Italia, diijinkan untuk mengambil foto dari peninggalan itu. Ketika memperbesar, Secondo terkejut karena menemukan gambar positif dari wajah pada Kain kafan itu, sebuah gambar yang jauh lebih jelas bagaikan hidup daripada kalau Kain kafan dilihat dengan mata telanjang. Ini adalah penemuan pertama bahwa gambar pada Kain kafan itu menyerupai negatif fotografis - semacam gambar yang tidak dapat dipahami oleh pemalsu abad pertengahan.

Pada tahun 1900 seorang seniman Perancis dan ahli biologi, Paul Vignon, berusaha menemukan bagaimana terjadi gambar pada Kain kafan Turin itu. Ia menetapkan bahwa itu bukanlah lukisan atau celupan dan menyatakan bahwa bagaimanapun juga gambar itu diproyeksikan ke dalam Kain kafan oleh sebuah tubuh manusia.



Pada tahun 1931 seseorang bernama Joseph Enrie membuat foto lagi atas Kain kafan dengan hasil yang lebih jelas dan lengkap.
Pada tahun 1969 Uskup Agung Turin, Kardinal Pellegrino, membentuk suatu komisi penelitian untuk mempelajari lebih mendalam lagi tentang Kain kafan. Seseorang bernama Giovanni Battista Judica-Cordiglia membuat foto baru Kain kafan dengan teknik-teknik fotofrafi yang lebih maju. Pada tahun 1973 tanggal 22 dan 23 November, Kain kafan dipertunjukkan di layar televisi untuk pertama kalinya. Monsignor Giulio Ricci membuat foto-foto dari Kain kafan untuk meneruskan penyelidikan-penyelidikannya. Dan komisi baru dibentuk pula untuk penelitian-penelitian lebih lanjut.

Monsignor Giulio Ricci mengabdikan diri kepada penelitian Kain kafan itu sejak tahun 1950. Ia mempelajari bekas-bekas pada Kain kafan satu demi satu, menganalisis sifat dan morfologinya (bentuk dan susunannya), dan menyelidiki arah-arah aliran darah, sudut-sudut, keteraturan dan ketidakteraturannya. Ia mendasarkan penelitian-penelitiannya atas semua ilmu pengetahuan modern dengan dibantu oleh ilmuwan-ilmuwan dari Italia dan negara-negara lainnya. Pada tahun 1976 ia terpilih menjadi presiden Centro Romano di Sindonologia (Pusat Sindonologi Roma). Ia juga menjadi anggota Pusat Internasional Sindonologi di Turin. Dewasa ini ia dipandang sebagai seorang ahli terkemuka tentang Kain kafan.

Selain ilmuwan-ilmuwan Italia, para ilmuwan dari negara lain pun menaruh perhatian yang besar. Kain kafan Turin telah menjadi salah satu obyek penelitian ilmiah yang sangat intensif yang pernah dilakukan di antara sekian banyak peninggalan sejarah lainnya. Pada tahun 1978 terbentuk kelompok ilmuwan dari Amerika Serikat yang disebut Proyek Penelitian Kain Kafan Turin. Dua orang yang terlibat dalam Proyek ini ialah Kenneth Stevenson, seorang insinyur dan bekas perwira angkatan udara, dan Gary Habermas, seorang profesor sejarah dan filsafat. Mereka menjelajahi seluruh Italia dengan susunan terbaik dari alat uji-coba non-destruktif yang mungkin dapat mereka adakan. Mereka mengadakan segalanya dari sinar merah infra sampai pada x-ray. Mereka mempergunakan spektroskopi, cermin sinar merah infra, sinar ultraviolet, x-ray standar, sinar x-ray - pokoknya apa saja yang dapat dipikirkan dalam istilah alat uji-coba dengan sinar. Kodak mengembangkan selulosa yang khusus asli yang mereka gunakan untuk mengangkat zat-zat dari Kain kafan untuk uji-coba kimiawi. Mereka memakai seluruh foto, termasuk foto mikroskopik dan foto sinar merah infra. Melalui tes-tes itu mereka menemukan bahwa bekas darah pada Kain kafan itu sungguh-sungguh darah. Dua orang ilmuwan yang bekerja sendiri-sendiri menemukan bukti adanya hemoglobin. Mereka juga menemukan bahwa sungguh tidak terdapat bukti fisik yang menopang untuk menunjukkan bahwa Kain kafan itu suatu pemalsuan. Tidak terdapat bahan kimia, bahan pengikat, alat, kuas, perekat atau arus dalam gambar itu. Tidak terdapat zat pada kain kafan yang dapat menerangkan gambar itu. Satu hal yang jelas yang dapat mereka katakan dari tes itu ialah bahwa Kain kafan itu bukan suatu pemalsuan.

Sampai sekarang memang masih dipersoalkan apakah Kain kafan Turin itu sungguh-sungguh Kain kafan pembungkus tubuh Yesus. Catatan-catatan sejarah yang konklusif bahwa Kain kafan Turin sungguh-sungguh Kain kafan Yesus memang tidak ada. Tetapi sampai sekarang juga tidak ada orang yang dapat membuktikan bahwa Kain kafan Turin itu bukan Kain kafan Yesus. Sebaliknya, penyelidikan-penyelidikan justru malah semakin meyakinkan bahwa Kain kafan Turin itu sungguh-sungguh Kain kafan Yesus. Dua orang ilmuwan lain telah berjasa dalam hal ini, yaitu Dr. Max Frei, seorang ahli dalam bidang ilmu tepung sari, dan Prof. Gilbert Raes, seorang ahli dalam teknologi pertekstilan. Dr. Max Frei menemukan di antara serbuk-serbuk yang ia kumpulkan dari Kain kafan Turin tepung sari tanaman yang hanya tumbuh di daerah gurun Palestina, tepung sari tanaman yang hanya tumbuh di Turki dan tepung sari tanaman yang hanya tumbuh di sepanjang pantai Laut Tengah. Prof. Raes menemukan bahwa Kain kafan itu adalah tenunan yang telah ada di Timur Tengah sebelum abad pertama tarikh Masehi, dan ia juga menemukan bahwa alat tenun yang dipakai untuk menenun lenan itu juga dipakai untuk menenun kapas; bekas-bekas kapas terdapat pada serat-serat lenan yang diselidikinya. Dan diketahui bahwa kapas sudah terdapat di Timur Tengah sejak abad 7 sebelum Masehi dan tidak ditanam di Eropa. Jadi penemuan-penemuan kedua orang ilmuwan itu membuktikan bahwa Kain kafan Turin ditenun di Timur Tengah dan sudah diproduksi 2000 tahun yang lalu, dan bahwa Kain kafan Turin itu pernah berada di Palestina di turki dan di kawasan Laut Tengah.

Yang tidak dapat diragu-ragukan lagi tentang Kain kafan Turin ialah bahwa Kain kafan itu dahulu dipakai untuk membungkus Seorang Manusia; bahwa Manusia itu membekas pada Kain kafan itu; dan bahwa bekas-bekas pada Kain kafan itu bekas-bekas darah yang mengalir dari luka-luka Manusia itu. Sifat luka-luka Manusia itu juga sudah diselidiki secara anatomis dan patologis dan menambah kepastian bahwa bekas-bekas itu sungguh-sungguh bekas-bekas darah, bukan tiruan atau buatan tangan manusia/seniman abad 14. Seandainya bekas-bekas itu tiruan atau buatan belaka, bagaimana mungkin bekas-bekas itu dapat dilukis demikian cermatnya sampai hal yang sekecil-kecilnya dan tak satu kejanggalan pun yang dapat dikenali oleh ilmuwan-ilmuwan kedokteran dewasa ini. Mungkinkah seniman abad 14 akan mempunyai ilmu pengetahuan kedokteran abad 20? Karena pertimbangan itu semua maka para ahli anatomi dan patologi berkesimpulan bahwa gambar yang membekas pada Kain kafan Turin itu bukanlah tiruan atau buah karya seniman abad 14.

Apakah Manusia yang terbungkus Kain kafan Turin benar-benar Yesus sendiri? Hal ini kiranya juga tidak diragu-ragukan lagi. Penelitian terhadap bekas-bekas darah yang ada pada Kain kafan Turin mengungkapkan bahwa Manusia Kain kafan itu telah mengalami lima tahap penderitaan: penderaan, pemahkotaan duri, pemanggulan salib, penyaliban di atas bukit Kalvari, dan penusukan lambung dengan tombak. Dari historiografi (penulisan sejarah) tak dapat diketemukan orang lain yang telah menjalani kelima tahap penderitaan itu, kecuali orang yang disebut "Yesus Kristus" dalam kisah sengsara menurut Matius, Markus, Lukas dan Yohanes.

Gary Habermas menguatkan hal ini. Ia berkata, "Sejarah dan arkeologi memberikan kerangka umum tentang apakah itu penyaliban. Dan kita tahu dari cerita Injil tentang sejumlah hal yang telah diperbuat terhadap Yesus yang bukan merupakan prosedur biasa dalam penyaliban. Hal-hal itu seperti misalnya: bahwa Ia dimahkotai duri, bahwa kaki-Nya tidak dipatahkan, bahwa Ia ditikam di lambung setelah Ia meninggal dan keluarlah darah dan air. Juga tidak lazim bagi seorang penjahat yang tersalib mendapatkan penguburan pribadi dengan pakaian lenan mahal.


Para ahli kedokteran yang telah meneliti Kain kafan berkata bahwa hal ini dengan tepat menunjukkan hal-hal sebagai berikut: seorang yang dimahkotai dengan duri, yang kakinya tidak dipatahkan, yang ditikam di lambung dengan senjata ukuran seorang serdadu Roma, dengan darah dan air tercurah dari lukanya setelah kematian. Dan ia juga dikuburkan tersendiri dalam pakaian lenan yang mahal. Bukan hanya semuanya ini menunjukkan kesamaan tetapi juga tidak adanya titik perbedaan. Jika mereka adalah orang-orang yang berlainan, Anda dapat berharap menemukan sekurang-kurangnya satu detail yang tidak cocok. Tetapi sekali lagi, tidak ada titik perbedaan.

Selain itu, Proyek Penelitian Kain Kafan Turin juga mengungkapkan bahwa sekurang-kurangnya terdapat empat petunjuk pada Kain kafan tentang kebangkitan orang yang terbungkus di dalamnya. Pertama, tidak terdapat pembusukan pada pakaian. Mayat yang terbungkus di dalamnya selama lebih dari empat hari pastilah akan membusuk dengan hebatnya. Tetapi kita tidak menemukan suatu tanda tentang hal itu pada Kain kafan. Jadi orang yang mati di dalamnya telah bangkit, atau sebelum hari yang keempat telah dipindahkan dari dalamnya. Seandainya mayat dipindahkan dari dalam bungkusnya, bagaimana kita akan menerangkan gambar yang terjadi pada kain pembungkus itu? Pada Kain kafan itu kita menyaksikan bekas lumuran darah yang pekat dan utuh; bekuan darah tidak retak atau rusak. Anda dapat membayangkan pembalut pada luka: ketika Anda membuka, pembalut itu sedikit melekat pada luka. Kain kafan dihubungkan secara longgar dengan mayat oleh darah yang mengering. Jika ada orang melepaskannya, ia akan menghancurkan bekuan darah dan meretakkan ujung bekas lumuran darah yang kering. Para ahli kedokteran yang telah mempelajari Kain kafan mengatakan itu tidak terjadi.


Jadi pertama, mayat tidak berada cukup lama dalam Kain kafan untuk membusuk, dan kedua, bekas lumuran darah yang utuh mengatakan kepada kita bahwa mayat itu (tetap) terbungkus; mayat tidak pernah dipindahkan dari bungkusnya.

Petunjuk ketiga tentang kebangkitan ialah bahwa gambar itu memiliki ciri-ciri barang hangus. Maka petunjuk ketiga berdasarkan pada teori bahwa gambar disebabkan oleh suatu penghangusan. Mayat telah meninggalkan Kain kafan tanpa terbungkus dan pakaian yang hangus dengan gambar tentang dirinya sendiri. Hal ini memberikan penjelasan adanya semacam kekuatan energi yang mungkin menghanguskan Kain kafan itu - kekuatan energi yang bersinar cemerlang yang telah menjadikan orang mati dalam bungkus Kain kafan itu bangkit dan hidup kembali dalam kemuliaan Ilahi.


Petunjuk keempat adalah sebuah bukti sejarah. Jika Kain kafan menguatkan cerita Injil tentang kematian Yesus, maka Kain kafan cenderung menguatkan apa yang dikatakan Injil tentang kebangkitan Yesus.

Jadi gambar pada Kain kafan hanya dapat terjadi, bila orang yang terbungkus di dalamnya bangkit dari mati penuh cahaya cemerlang.

Tentang bagaimana terjadinya gambar pada Kain kafan itu, penyelidikan demi penyelidikan sedang berlangsung. Ahli-ahli kimia, biokimia, pembesaran gambar dan analisis dengan komputer, fisika nuklir, fotografi bintang, spektroskopi, termo-kimia, mikroanalisis dan selidik-mikro ion, penentuan tanggal dengan karbon - semuanya mencurahkan perhatian untuk membuka rahasia tentang terjadinya gambar pada Kain kafan itu. Yang mereka ungkapkan antara lain bahwa gambar itu terjadi melalui proses pancaran cahaya termonuklir (fotolisis dalam kilatan cahaya sekejap), atau ledakan sinar yang sangat terang dalam sekilas; bahwa gambar itu terjadi sebagai akibat campuran wangi-wangian ratus dan blendok dalam iklim yang lembab; bahwa gambar itu tercipta berkat proses fibrinolisis (pelunakan darah yang beku karena adanya fibrinolisin dalam darah atau  karena ulah bakteri-bakteri); bahwa gambar itu terjadi sebagai akibat dari pelbagai reaksi biokimia.

Kita nantikan hasil-hasil lebih lanjut dari penyelidikan-penyelidikan mereka. Semoga seluruh dunia tidak lama lagi akan mengetahui lebih banyak tentang Manusia kain kafan dan menanggapi dengan cinta dan kerendahan hati yang mendalam seruan yang tidak kunjung padam - "Ecce homo! Lihatlah manusia itu!"



Manusia Kain Kafan Didera

Tidak seperti cambuk yang kita lihat pada film 'The Passion of The Christ', yang berujung logam pipih dan bengkok yang dapat mencabik kulit bahkan daging Yesus, cambuk dari hasil uji forensik dari Kain Kafan Turin, bila diamati pada bekas-bekas luka pada punggung Manusia Kain Kafan, kita akan melihat bahwa luka-luka itu berupa luka-luka memar dan goresan-goresan.



Luka-luka memar itu bulat-bulat bentuknya dan kelihatan berkelompok-kelompok. Tiap-tiap kelompok terdiri dari enam luka memar bulat dan tiga garis goresan yang mengarah ke luar (ke sisi). Luka memar tampak juga berpasangan. Kelompok enam luka memar, dengan demikian, merupakan kelompok tiga pasang bulatan. Tiap-tiap pasangan disertai satu garis goresan.


Maka dapat juga dikatakan bahwa tiap-tiap kelompok terdiri dari tiga pasang bulatan luka memar dan tiga garis goresan. Kelompok-kelompok luka memar itu meliputi seluruh punggung Manusia Kain Kafan dan bahkan terdapat juga pada paha, kaki, lengan dan dada. Tidak kurang dari 121 kelompok luka yang terdapat pada sekujur tubuhnya; itu berarti tidak kurang dari 121 kali deraan yang telah menghantami tubuhnya. Bila lukanya dihitung satu-satu, tidak kurang dari 726 luka berdarah yang dulu meliputi tubuhnya.

Bila luka-luka cambukan di punggung itu direkonstruksi secara geometris, maka akan tampak jelas adanya dua arah cambukan yang konvergen. Dan darah yang keluar dari luka-luka cambukan di paha dan kaki mengalir secara vertikal lurus.

Di sepanjang tulang belakang bekas-bekas darah berbentuk seperti "bunga mawar", sedang di bagian muka (di dada) bekas-bekas luka itu tampaknya statis, artinya darah tidak mengalir ke mana-mana. Di sekitar jantungnya tidak terdapat luka-luka cambukan.

Dari data-data itu semua kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

Tidak dapat diragukan bahwa Manusia Kain Kafan itu telah disiksa dengan penderaan. Sesah atau cambuk itu terdiri dari tiga helai tali, dan tiap-tiap tali diberi sepasang bulatan keras berduri pada pucuknya. Manusia Kain Kafan tidak disesah menurut peraturan orang Yahudi (yang membatasi cambukan hanya sampai 39 kali), melainkan menurut peraturan orang Romawi yang tidak membatasi jumlah cambukan.

Tidak adanya bekas-bekas luka pada daerah jantung itu membuktikan bahwa para pendera diperintahkan jangan sampai pesakitan terbunuh karena cambukan-cambukannya. Sebab bila daerah jantung itu terkena pukulan bertubi-tubi, pastilah akan membunuh pesakitan. Kita baca dalam kisah Injil Lukas bahwa Pilatus hanya bermaksud "menyiksa Dia lalu melepaskan-Nya." Itulah sebabnya para pendera yang mahir itu telah menghindarkan daerah jantung terkena hantaman cambuk-cambuknya.

Bekas-bekas darah yang menyerupai "bunga-bunga mawar" di sepanjang tulang punggungnya, dan bekas darah yang mengalir vertikal pada paha dan kakinya, demikian juga arah horisontal aliran darah ke kedua sisi punggung dan lengannya, semuanya itu menunjukkan bahwa pesakitan berdiri waktu didera tetapi badannya membungkuk dan kedua lengannya terentang ke depan. Itu berarti bahwa kedua pergelangan tangan pesakitan itu pasti diikatkan pada sebuah tonggak yang hanya setinggi pinggangnya.

Dua arah cambuk yang konvergen itu menunjukkan bahwa cambuk itu menimpa dari sebelah kanan dan sebelah kiri pesakitan; itu berarti penderanya dua orang. Kemungkinan besar, serdadu yang mendera dari sebelah kanan menyesah dengan tangan kiri, dan serdadu yang mendera dari sebelah kiri menyesah dengan tangan kanan.

Siksaan penderaan, alat penderaan dan jumlah deraan yang dialami oleh Manusia Kain Kafan sejalan dengan data-data dari sejarah dan arkeologi. Hukuman dera itu sudah dikenal oleh orang-orang Mesir, Asiria dan orang-orang sekitar Laut Tengah. Praktek penderaan menyebar dari Mesir ke Yunani, dan dari Yunani ke Roma. Karena Palestina jaman Yesus adalah provinsi Roma, maka pendera-pendera mahir juga terdapat dalam dinas ketentaraan Romawi. Pada waktu itu dikenal dua macam cambuk dera. Jenis pertama berupa tongkat semata atau ranting-ranting. Jenis ini digunakan untuk warga negara Romawi. Jenis kedua berupa cambuk yang bergagang kayu dengan satu sampai tiga helai kulit atau tali. Cambuk ini ada yang diberi bulatan-bulatan keras atau paku-paku kecil di pucuknya, dan ada yang tidak diberi apa-apa, jadi hanya tali atau kulit saja. Jenis ini digunakan terhadap orang-orang yang bukan warga negara Romawi, budak-budak belian, orang-orang asing dan pemberontak-pemberontak/pembelot-pembelot. Demikianlah undang-undang yang berlaku di seluruh kerajaan Romawi seperti telah diperkenalkan oleh Cato Catone, seorang ahli hukum Romawi antara tahun 234 dan 194 sebelum Masehi.


Yesus sendiri telah meramalkan penderitaan-Nya. Sampai tiga kali Ia memberitahukan tentang penderitaan-Nya itu. Dalam pemberitahuan yang ketiga Ia berkata, "Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya Ia diolok-olokkan, disesah dan disalibkan, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan" (Matius 20:18-19).

Kisah tentang penderaan Yesus dalam Injil tidak banyak, malahan boleh dikatakan bahwa penderaan-Nya hanya disebut sepintas lalu saja, tidak dikisahkan. Matius hanya menyebutkan dalam Injilnya bahwa "Yesus, setelah didera, diserahkannya kepada mereka supaya disalibkan" (Matius 27:26). Markus juga hanya menyebutkan bahwa "Yesus, setelah didera, diserahkannya untuk disalibkan" (Markus 15:15). Lukas hanya menulis, "Aku tidak mendapat satu kesalahan pun pada-Nya ... Aku hendak menyiksakan Dia lalu melepaskan-Nya" (Lukas 23:22). Dan Yohanes hanya menulis, "Sesudah itu Pilatus menyuruh bawa Yesus untuk didera" (Yohanes 19:1).

Dari kisah Injil kita tidak mengetahui jalannya penderaan Yesus: bagaimana posisi tubuh Yesus waktu didera, bagaimana keadaan tubuh Yesus sesudah didera, bagaimana caranya Yesus didera, berapa serdadu yang mendera-Nya, bagaimana jenis cambuk yang digunakan untuk mendera-Nya. Para penginjil dengan sengaja tidak menceritakan proses penderaan Yesus, mungkin karena hati mereka tidak sampai untuk melukiskan penderitaan-Nya. Untuk menyatakan betapa besar cinta kasih Ilahi dalam menyelamatkan manusia, sehingga tidak menyayang diri-Nya sendiri, sudah cukup ditulis bahwa Yesus didera meskipun Pilatus mengakui tidak mendapatkan satu kesalahan pun pada diri-Nya.

Tetapi, sebagaimana kita telah menerima nubuat Nabi Asha'ya/Yesaya tentang Hamba Allah yang Menderita, pantaslah kita berharap dan berdoa agar dapat melihat Hamba Allah yang Menderita itu dalam hidup ini. Kiranya Penyelenggaraan Ilahi memberikan kepada kita apa yang tidak kita dapati dalam kisah sengsara Injil itu: penampakan Sang Manusia Menderita, seperti tertera dalam Kain Kafan Turin. Kain Kafan Turin telah menjadi sumber terpenting kedua sesudah Injil untuk mengenal Cinta Kasih Allah. Kain Kafan Turin telah menjadi saksi diam tentang episentrum aksi penyelamatan dari Allah yang Maha Pengasih, yaitu bahwa Putera-Nya Terkasih yang dijanjikan telah datang di dunia, sungguh-sungguh menderita sengsara, dan wafat, dan bangkit dari maut untuk kita semua.



Manusia Kain Kafan Dimahkotai Duri

Tidak seperti mahkota duri yang umumnya kita lihat melingkar di kepala Yesus, apa yang dapat kita saksikan dalam Kain Kafan Turin?


Bila kita saksikan gambar kepala Manusia Kain Kafan, kita dapat melihat noda-noda darah yang berserakan di atas kepala dan di belakang kepala. Noda-noda darah itu adalah bekas-bekas darah yang mengalir dari luka-luka yang terpencar-pencar di seluruh kepala. Dan luka-luka itu pastilah akibat dari tusukan-tusukan benda-benda runcing. Pada wajahnya tampak bekas-bekas darah yang menunjukkan dua arah tetesan; darah menetes secara tegak lurus dan menetes ke arah kanan tanpa adanya bekas luka di sebelah kiri. Darah-darah itu pastilah menetes dari luka-luka akibat tusukan benda-benda runcing di atas kepala. Apakah benda-benda runcing yang menancap di atas kepala Manusia Kain Kafan itu?

Hukum Romawi ataupun praktek hukuman badan di kerajaan Romawi tidak mengenal hukuman yang menyangkut kepala. Sejarah dan arkeologi tidak memberikan bukti-bukti adanya siksaan seperti itu dalam undang-undang. Kesimpulan dari semua itu ialah bahwa Manusia Kain Kafan dikenakan hukuman tambahan dan unik sifatnya.

Dalam Injil dikisahkan bahwa Yesua dimahkotai duri. "Laskar-laskar menganyam sebuah mahkota dari ranting-ranting duri yang dipasangnya di atas kepala Yesus." Dalam menyiksa Yesus itu, mereka tidak hanya memperolok-olok, tetapi juga "menampar wajah-Nya" (Yohanes 19:3), "meludahi-Nya, dan mengambil buluh itu, dipukulkannya pada kepala Yesus" (Matius 27:30); "Dan mereka memukuli kepala-Nya dengan sebatang buluh serta meludahinya" (Markus 15:19). Kisah sengsara Injil tentang pemahkotaan duri cukup membuat kita bergidik, merasa seram.

"Prajurit-prajurit pun membawa Yesus ke balai pengadilan, yang disebut pretorium, dan mereka mengumpulkan seluruh pasukan ke situ. Mereka mengenakan Dia sehelai kain selimut ungu, dan menganyam sebuah mahkota dari ranting-ranting berduri, dan memasangnya di atas kepala Yesus. Setelah itu mereka memberi salam kepada-Nya: Salam, hai Raja orang Yahudi. Dan mereka memukuli kepala-Nya dengan sebuah buluh serta meludahi-Nya dan berlutut memberi hormat kepada-Nya" (Markus 15:16-19).

Kalau kita perhatikan, dalam kisah Injil dikatakan bahwa mahkota duri itu dipasang "di atas kepala", bukan "di sekeliling". Dan penyelidikan atas Kain kafan menunjukkan bahwa benda-benda runcing dahulu ditancapkan di atas dan di belakang kepala Manusia Kain Kafan. Siksaan tambahan dan unik ditimpakan pada Manusia Kain Kafan sesuai betul dengan pemahkotaan duri yang dikisahkan Injil. Manusia Kain Kafan adalah Yesus sendiri, dan benda-benda runcing yang menancap di atas kepalanya adalah mahkota duri Yesus. Menurut para peziarah ke kota Yerusalem, di sana banyak terdapat semak-semak liar berduri-duri yang panjangnya kira-kira 3 cm. Semak-semak berduri itu juga tumbuh di tempat yang diperkirakan dahulu tempat Yesus didera dan dimahkotai duri.

Memandang wajah Manusia Kain Kafan yang dilindas oleh siksaan itu, kita dapat membayangkan wajah Yesus, Hamba Allah yang Menderita, yang "begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi" karena penuh kesengsaraan dan kesakitan, dimahkotai duri. Memandang wajah tersia-sia dan teraniaya dari Manusia Kain Kafan, kita dapat menyaksikan perwujudan Sang Manusia yang Menderita yang diperlihatkan Pontius Pilatus, katanya, "Ecce homo! Lihatlah manusia itu!"





Manusia Kain Kafan Memikul Salib

Sesudah memperolokkan Dia, mereka menanggalkan kain selimut itu dan mengenakan Dia pakaian-Nya sendiri. Lalu mereka menghantar Dia keluar kota untuk disalibkan (Matius 27:31). "Setelah memperolokkan-Nya, mereka menanggalkan selimut ungu itu dan mengenakan pula kepada Yesus pakaian-Nya sendiri. Setelah itu mereka membawa-Nya keluar kota supaya disalibkan" (Markus 15:20). "Semakin keras mereka berteriak, mendesak dan menuntut supaya Yesus disalibkan. Dan akhirnya teriak mereka menang. Lalu Pilatus memutuskan supaya tuntutan mereka dikabulkan. Orang yang terkurung sebab pemberontakan dan pembunuhan itu dilepaskannya menurut permintaan orang, sedang Yesus diserahkannya kepada kemauan mereka" (Lukas 23:23-25). "Mereka berteriak: Buangkan, buangkan Dia, salibkan Dia. kata Pilatus pula kepada mereka: Patutkah aku menyalibkan Rajamu? Jawab para imam: Kami tak mempunyai Raja lain dari Kaisar. Lalu Pilatus menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan. Maka berjalanlah Yesus keluar kota sambil memikul sendiri salib-Nya, menuju tempat yang disebut Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgotha" (Yohanes 19:15-16). Bersama Yesus, ada dua orang penjahat yang juga dibawa keluar kota untuk disalibkan. "Dan ada dua orang penjahat yang dibawa bersama Yesus keluar kota untuk disalibkan" (Lukas 23:32).

Tidak seperti anggapan populer bahwa Yesus memanggul sebuah palang yang sudah berbentuk salib, bila kita menyelidiki Kain Kafan Turin, kita akan dapat melihat adanya dua luka bonyok-bonyok lebar di bawah pundak: satu di bawah pundak kiri, di daerah tulang belikat kiri, dan satu lagi di bagian atas pundak kanan; jadi luka bonyok pada pundak kanan ini letaknya lebih tinggi daripada luka bonyok pada pundak kiri. Kecuali itu bekas luka bonyok pada pundak kiri lebih lebar daripada bekas luka bonyok pada pundak kanan.


Injil tidak banyak menceritakan kejadian-kejadian yang terjadi dalam perjalanan ke bukit Golgotha. Dari Injil hanya kita ketahui tentang Simon dari Sirena, bapak Aleksander dan Rufus, yang disuruh untuk memikul salib Yesus selama beberapa waktu, jangan sampai Yesus mati di jalan karena hebatnya kesengsaraan-Nya. Lukas masih menambahkan bahwa Yesus menghibur wanita-wanita Yerusalem yang menangisi Dia. "Hai puteri-puteri Yerusalem, jangan kamu menangisi Aku, melainkan dirimu sendiri dan anak-anakmu" (Lukas 23:28). Dalam Injil tidak kita ketemukan kisah tentang Veronika yang mengusap wajah Yesus, pertemuan Yesus dengan ibu-Nya, dan jatuh Yesus tiga kali, yang merupakan bagian-bagian atau perhentian-perhentian dalam doa jalan salib. Bahwa Yesus berkali-kali jatuh - kemungkinan besar lebih dari tiga kali - dalam perjalanan-Nya menuju bukit Golgotha, tidaklah hanya angan-angan saleh, tetapi sungguh-sungguh terjadi. Apa yang dapat kita saksikan dari data-data Kain kafan?


Pada Kain kafan juga jelas kelihatan bahwa tempurung lutut kiri Manusia Kain Kafan bonyok-bonyok dan memar sangat dahsyatnya. Juga tampak bengkak-bengkak pada kening kiri dan tulang pipinya. Selain itu jelas juga adanya bekas pembuluh darah yang pecah di tengah-tengah dahi dan tulang sekat hidung yang retak. Akibat pecahnya pembuluh darah pada tulang pipi kanan juga nampak sekali. Dan bekas dagu serta bibir atas sebelah kanan yang membengkak juga kentara pula.


Pada kaki kiri Manusia Kain Kafan kita lihat bekas-bekas tetesan darah yang menuruni kaki tiba-tiba terputus pada daerah antara kaki dan pergelangan kaki. Hal ini menunjukkan bahwa sesuatu di sekeliling pergelangan kaki itu telah menghalangi aliran darah.

Data-data dari Kain kafan dapat dilengkapi dengan data-data dari penyelidikan sejarah. Pada jaman Yesus orang yang dijatuhi hukuman salib harus memanggul ke tempat penyaliban sebuah kayu palang yang disebut patibulum crucis. Di tempat penyaliban sudah tersedia kayu tiangnya, yang disebut stipes. Berat patibulum berkisar antara 50 kilogram, dan panjangnya sekitar 1,5 meter. Kedua tangan pesakitan harus direntangkan dan patibulum diikatkan pada tangan yang dikedangkan itu.

Bila pesakitan lebih dari satu orang, kayu-kayu palang yang mereka pikul saling diikat pada ujung kanannya, dan jarak antara pesakitan yang satu dan yang lainnya tidaklah terlalu senggang. Kecuali itu, pergelangan kaki kiri pesakitan yang terakhir dalam arakan itu diikat tali, dan ujungnya yang lain ditambatkan pada ujung kiri kayu palang yang dipanggulnya. Karena diikat demikian, pesakitan itu tidak akan dapat melarikan diri ataupun menghantam salah seorang serdadu dengan kayu palangnya itu.


Kayu palang itu dilubangi di tengahnya. Melalui lubang itu kayu palang dipasang pada tiangnya.


Injil menceritakan bahwa bersama Yesus ada dua penjahat dibawa ke luar kota untuk disalibkan. Dalam iringan tiga pesakitan itu Yesus kiranya adalah yang terakhir (paling belakang). Berdasarkan data-data sejarah tentang penggiringan tiga pesakitan ke tempat penyaliban pada waktu itu, kita dapat membayangkan bahwa Yesus pada waktu itu memanggul patibulum (kayu palang), tangan-Nya terkedang dan diikatkan dengan patibulum itu. Pergelangan kaki kiri-Nya diikat tali, dan tali ini ditambatkan pada ujung kiri patibulum-Nya. Ujung kanan patibulum-Nya diikat tali pula yang digandengkan dengan ujung kanan patibulum pesakitan di depan-Nya. Tali ini selalu meregang, karena Ia selalu menjaga jarak yang tidak seberapa lebar dengan pesakitan di depan-Nya, agar supaya Ia tidak sampai tersandung pada orang di depan-Nya dan terjatuh. Tetapi dalam keadaan terikat seperti itu, tertindih beban patibulum yang berat, sebagai pesakitan yang berjalan paling belakang, dalam keadaan sudah lemah kepayahan, tidak mungkin Ia tidak terjatuh. Dalam perjalanan itu dua orang pesakitan di depan-Nya sekali-sekali pasti mengayunkan dan menyentakkan patibulum yang mereka panggul, sehingga patibulum yang dipanggul Yesus tersendal dan kaki kiri Yesus sendiri tertarik (terjegal), dan terjatuhlah Yesus. Berkali-kali jatuh. Dengan tidak dapat menapakkan tangannya waktu jatuh, lutut kirinya langsung menghantam dengan dahsyatnya jalan berbatu-batu. Dalam kejatuhan-kejatuhan yang lain tidak hanya lutut yang membentur jalan berbatu-batu itu, melainkan juga wajah-Nya. Berkali-kali Ia terjatuh langsung mencium permukaan jalan yang keras dan, akibatnya, dahi, pipi, hidung, bibir, dagu, dan lain-lainnya luka, retak, berlumuran darah.


Luka-luka yang terdapat pada Manusia Kain Kafan bertepatan benar dengan luka-luka yang kiranya dialami Yesus dalam perjalanan menuju bukit Golgotha. Pergelangan kaki kiri Manusia Kain Kafan rupanya terikat tali, yang menyebabkan aliran darah yang menuruni kakinya terputus. Itu menunjukkan bahwa Manusia Kain Kafan adalah pesakitan yang memikul salib paling belakang. Siapa lagi Manusia Kain Kafan itu kalau bukan Yesus Juruselamat kita, Hamba Allah yang menderita demi keselamatan kita semua?

Pada pundak kanan, selain luka bonyok dan lecet akibat tindihan dan gesekan patibulum, juga terdapat bekas luka cambukan yang masih jelas terlihat. Sindonologi memberikan keterangan bahwa antara kulit di pundak dan patibulumnya haruslah ada pakaian yang mengantarai. Kalau tidak, pastilah kulit pundak yang memanggul patibulum itu sudah mengelupas lebar-lebar dengan luka bonyok yang mengerikan tanpa meninggalkan bekas luka cambukan sedikit pun.

Namun, meskipun pakaian yang dipakai Manusia Kain Kafan itu mengurangi keparahan luka-lukanya, tetapi pastilah tidak akan cukup untuk menjaga jangan sampai pesakitan mati di jalan sebelum disalibkan. Para algojonya menyadari hal itu. Kalau Ia tidak ditolong, kejatuhan-kejatuhan-Nya dan benturan-benturan langsung dengan permukaan jalan yang keras akhirnya pasti akan menjadikan-Nya gegar otak, sama sekali tak sadarkan diri dan meninggal dunia. Agar Ia tidak mati di jalan, Ia harus dibebaskan untuk beberapa lamanya dari beban berat yang dipanggul-Nya. Maka dari itu dikisahkan dalam Injil, "Sedang mereka membawa Yesus keluar kota, mereka menahan seorang daro Sirena bernama Simon, yang ketika itu pulang dari ladangnya; dan mereka meletakkan salib Yesus ke atas bahunya, supaya dipikulnya sambil mengikuti Yesus" (Lukas 23:26).

Apakah Yesus masih bermahkota duri waktu memikul salib-Nya? Banyak lukisan dan patung yang memperlihatkan Yesus tergantung di salib dengan mahkota duri. Tetapi sindonologi menjelaskan bahwa Manusia Kain Kafan tidak memakai mahkota duri lagi waktu patibulum diikatkan pada lengannya. Telah dikemukakan bahwa Manusia Kain Kafan memakai pakaian waktu memanggul salib. Injil pun menceritakan bahwa "sesudah memperolokkan Dia, mereka menanggalkan kain selimut itu dan mengenakan Dia pakaian-Nya sendiri. Lalu mereka menghantar Dia keluar kota untuk disalibkan" (Matius 27:31).

Pakaian jubah pada waktu itu hanya mempunyai lubang leher yang cukup untuk lewatnya kepala saja. Tidak mungkin mengenakan jubah jika seandainya Ia masih mengenakan mahkota duri yang besar itu. Dan sesudah mahkota duri dilepaskan lalu jubah-Nya dikenakan, juga tidak mungkin para prajurit menganyam mahkota duri lagi dan memasangnya di atas kepala, sebab hal itu akan menyulitkan proses mengikatkan patibulum pada lengan orang yang akan disalibkan.



Manusia Kain Kafan Disalibkan

Dalam kisah Injil hanya disebutkan bahwa Yesus disalibkan, tetapi bagaimana Ia disalibkan (proses penyaliban-Nya) tidak dapat kita ketahui dari Injil. Pengetahuan tentang penyaliban Yesus dapat kita timba dari sejarah dan arkeologi dan dari sindonologi.
Tidak seperti pendapat populer bahwa paku pada tangan Yesus terletak pada telapak tangan, para ahli Kain kafan telah menentukan dengan tepat letak luka-lubang pada pergelangan tangan Manusia Kain Kafan.



Luka-lubang itu persis terletak di tempat yang disebut "rongga Destot". Pada rongga Destot ini letaknya urat syaraf median, yaitu syaraf sensoris dan syaraf motoris sekaligus.


Pada jaman Yesus ada dua macam cara menyalibkan pesakitan. Cara pertama ialah mengikat kedua lengan pada patibulum dan kemudian mengikatkan patibulum itu pada tiangnya dan kaki pesakitan yang tergantung itu juga diikatkan pada tiang itu. Cara kedua ialah memaku tangan dan kaki pesakitan pada kayu salib. Cara kedua ini tentu saja cara penyaliban yang sangat sakit, jauh lebih sakit dari cara pertama. Lebih dahulu tangan dipaku pada patibulum di atas tanah, kemudian patibulum dengan orangnya diangkat dan ditancapkan pada tiangnya melalui lubang patibulum itu. Sesudahnya kaki dipaku pada tiang salib. Di bagian mana tangan dan kaki pesakitan dipaku? Pasti harus dipilih tempat yang memungkinkan pesakitan tetap tergantung di salib setelah disalibkan. Pasti harus dipilih tempat yang tidak akan memungkinkan tangan dan kaki pesakitan terobek oleh paku yang menahannya. Bila kita memandang gambar Manusia Kain Kafan, kita akan menyaksikan bekas luka-lubang pada kedua pergelangan tangannya dan pada kaki kiri maupun kaki kanannya.


Bila pesakitan dipaku pada rongga Destot itu, maka paku tidak akan merobek tangannya karena berat badannya. Bila syaraf median yang terletak pada rongga Destot, yang juga sebagai syaraf sensoris terluka atau terusak, maka akan menimbulkan rasa sakit yang bukan kepalang, sampai dapat terjadi pesakitan menjadi mengigau kesakitan. Sebagai syaraf motoris, bila tertusuk barang tajam seperti paku, maka akan mengakibatkan ibu jari tertekuk ke dalam ke arah tengah telapak tangan. Itulah sebabnya ibu jari tangan Manusia Kain Kafan tidak kelihatan, karena tertekuk ke dalam.


Tempat kedua kaki-Nya ditembus paku juga sudah dapat dipastikan, yaitu rongga yang disebut "rongga Lisfranc". Bila kita memandang bekas-bekas darah di kaki kanan Manusia Kain Kafan, kita akan melihat bahwa luka-paku pada kaki kanan itu dikelilingi noda darah yang melumuri seluruh permukaannya. Ini menunjukkan bahwa kedua kaki-Nya dipaku menjadi satu dan kaki kanan berada di bawah kaki kiri. Dari lubang-paku kaki kanan juga tampak aliran-aliran darah menuruni sisi kaki. Hal ini menunjukkan bahwa pada waktu Manusia Kain Kafan masih tergantung di salib, sering kali Ia memutar-mutar kaki itu?

Apa artinya gerak memutar-mutar kaki itu?

Kita lihat dahulu bekas-bekas darah pada tangan-Nya. Selain bekas darah luka-paku, dapat kita saksikan juga bekas luka-luka lecet dan memar pada punggung pergelangan tangan dan aliran-aliran darah yang menuruni lengan bawah-Nya. Aliran darah itu berubah-ubah: ada yang mengalir lurus menuruni lengan, ada yang berkelok. Aliran-aliran ini jelas tampak pada punggung lengan kanan. Selain itu, pada sisi kanan mulut-Nya juga terdapat aliran darah. Apa artinya semuanya itu?

Bekas-bekas aliran darah pada punggung lengan dan sisi kanan mulut itu seta luka-luka memar pada punggung pergelangan tangan menunjukkan bahwa waktu tergantung di salib posisi Manusia Kain Kafan berubah-ubah.


Pada suatu saat Ia mengangkat diri-Nya dengan tangan kanan-Nya dengan menumpukan diri pada paku di kaki-Nya dan tangan-Nya; kemudian turun lagi. Pada kayu salib Manusia Kain Kafan bergerak naik turun, meregang dan mengendor, berkali-kali. Itu dilakukan-Nya untuk melegakan kesesakan nafas-Nya, untuk mengambil nafas dan menghembuskan nafas dalam desahan-desahan sakrat-maut yang penuh dengan agoni/penderitaan yang mendalam. Dua arah aliran darah pada wajah Manusia Kain Kafan juga menunjukkan turun-naiknya tubuh-Nya pada waktu tergantung di salib. Darah luka duri di kepala-Nya tampak ada yang mengalir tegak lurus dan ada yang ke arah kanan. Aliran darah tegak lurus terjadi waktu tubuh-Nya turun, dan aliran darah ke arah kanan terjadi waktu Ia mengangkat tubuh-Nya dengan tangan kanan dan bergerak sedikit ke kanan. Aliran darah di sisi kanan mulut-Nya menguatkan bukti bahwa selama itu Ia berkali-kali berusaha berkata-kata. (Ingat akan sabda-sabda akhir Yesus, yang tertulis dalam Injil.) Dan akhirnya, dengan menarik diri ke atas, bersabdalah Yesus untuk terakhir kali dalam hidup duniawi-Nya, "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Aku menyerahkan roh-Ku", lalu Ia meninggal (Lukas 23:46).





Manusia Kain Kafan Ditusuk Tombak

Sesudah Yesus meninggal, Yohanes lebih lanjut mengisahkan dalam injilnya bahwa seorang prajurit menikam lambung Yesus dengan tombak, dan segeralah keluar darah dan air. "Karena hari itu hari persiapan dan supaya pada hari Sabat mayat-mayat itu tidak tinggal tergantung pada kayu salib - sebab Sabat itu adalah hari yang besar - maka datanglah orang-orang Yahudi kepada Pilatus dan meminta kepadanya supaya kaki orang-orang itu dipatahkan dan mayat-mayatnya diturunkan. Maka datanglah prajurit-prajurit lalu mematahkan kaki orang yang lain yang disalibkan bersama-sama dengan Yesus; tetapi ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa Ia telah mati, mereka tidak mematahkan kaki-Nya, tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air" (Yohanes 19:31-34).


Bila kita melihat gambar Manusia Kain Kafan, kita dapat menemukan noda darah pada lambung kanan-Nya. Di dalam tempat itu terdapat bekas luka menganga, kira-kira empat sentimeter (4cm) lebarnya, terletak antara tulang iga kelima dan keenam. Noda darah pada daerah lambung itu tidak berwarna hitam pekat merata, melainkan redup-redup, dan pada pinggiran noda itu ada warna lamat-lamat, seperti warna darah yang cair oleh air.

Penggalian makam prajurit-prajurit Romawi dari kira-kira 2000 tahun yang lalu menemukan tombak-tombak yang bagiannya yang terlebar berukuran 4 cm.

Mengenai darah dan air yang keluar dari lambung Yesus, kita dapat memperoleh keterangan dari dokter-dokter kenamaan. Dr. Pierre Barbet, seorang ahli bedah dan ahli anatomi manusia, menerangkan sebagai berikut: tombak yang ditikamkan pada lambung Yesus itu menembus pleutra (selaput yang menyelubungi paru-paru) dari paru-paru kanan, kemudian merobek pericardium (kantung sekeliling jantung) dan menusuk serambi kanan jantung. Akibatnya, serum dari pericardium, yang encer seperti air, mengalir ke luar bersama-sama dengan darah.


Dokter lain mempunyai teori lain: Yesus pada waktu itu tentulah mengalami pendarahan di dalam dada-Nya (hydrohemothorax). Pendarahan ini diakibatkan karena siksaan-siksaan yang telah menimpa dada-Nya, seperti penderaan, dan karena posisi tergantungnya di salib sebelum meninggal. Oleh gaya berat, darah yang lebih berat akan memisah. Mereka ini juga mengemukakan bahwa, seandainya tidak terjadi pendarahan di dalam dada, menumpuknya cairan atau serum di dalam rongga pleura (selaput paru-paru) dapat juga terjadi akibat dari jantung yang tersumbat (congestive heart failure atau massive myocardial infarct). Timbunan cairan itu sesudah kematian dapat menjadi cukup banyak jumlahnya, sehingga bila keluar dari lambung yang ditikam, dapatlah terlihat oleh mata telanjang.

Itulah yang dilihat oleh Yohanes waktu lambung Yesus ditikam tombak. Bekas-bekas darah pada Kain kafan dan penyelidikan para ahli di bidang mereka masing-masing membawa kita kepada kesimpulan bahwa Manusia Kain Kafan telah meninggal karena jantung yang tersumbat itu. Para spesialis dan ahli-ahli kardiologi juga menyatakan bahwa agoni sakratulmaut yang terakhir, akibat dari jantung yang tersumbat itu, telah membuat-Nya berseru dengan suara nyaring, sebelum menghembuskan nafas-Nya yang terakhir.




Manusia Kain Kafan Dimakamkan

Bekas-bekas darah yang terdapat pada Kain Kafan Turin juga mengungkapkan bagaimana Yesus dahulu dimakamkan. Yohanes menceritakan pemakaman Yesus dalam Injilnya sebagai berikut, "Sesudah itu Yusuf dari Arimatea - dia juga murid Yesus, tetapi dengan sembunyi sebab takutnya kepada orang Yahudi - pergi kepada Pilatus meminta izin menurunkan tubuh Yesus. Pilatus mengabulkan, lalu Yusuf menurunkan tubuh Yesus.


Nikodemus pun datang, dia yang pertama kalinya mendapatkan Yesus di waktu malam. Ia membawa minyak wangi, campuran mur dengan gaharu, banyaknya kira-kira seratus pon. Mereka menurunkan tubuh Yesus, lalu dikapaninya dengan kain lenan sambil membubuh rempah-rempah wangi itu, semuanya menurut adat Yahudi menguburkan orang mati. Dekat tempat Yesus disalibkan ada sebuah taman, dan dalam taman itu terdapat makam baru yang belum pernah ditempati seorang pun. Karena hari itu hari persiapan orang Yahudi, sedang kubur itu tidak jauh letaknya, maka mereka meletakkan mayat Yesus ke situ" (Yohanes 19:38-42).


Pada telapak kaki kiri Manusia Kain Kafan tampak bekas-bekas jari-jari tangan. Dapat dipastikan bahwa jari-jari itu adalah kelingking, jari manis dan jari tengah. Jari-jari itu menekuk dan tampak tegang; hal ini menunjukkan bahwa jari-jari itu sedang menyangga beban yang berat. Maka dapat disimpulkan bahwa jari-jari itu adalah jari-jari seorang sahabat Manusia Kain Kafan yang menyangga atau menahan tubuh-Nya waktu diturunkan dari salib dan dibawa ke makam. Tangan kiri sahabat yang menurunkan dan membawa tubuh-Nya ke makam menopang kaki kiri-Nya, dengan berdiri dekat kepala-Nya. Jelaslah pula bahwa tubuh Manusia Kain Kafan dibawa ke makam dengan kaki-Nya berada di muka. Jari-jari tangan sahabat itu membekas pada telapak kaki-Nya sebab telapak kaki-Nya penuh darah yang mengalir dari luka paku di kaki itu. Berikut lukisan G. Ricci: Yesus diturunkan dari salib.


Pada pinggang dan punggung Manusia Kain Kafan di belakang ginjal terdapat aliran-aliran darah dan bercak darah yang besar. Darah itu mengalir dari luka lambung kanan-Nya, horisontal alirannya. Darahnya berwarna merah tua karena kehadiran sel-sel darah merah. Secara medis, hal itu terjadi akibat mengendapnya sel-sel darah merah di rongga jantung.


Aliran darah dan bercak darah di pinggang dan di belakang pinggang itu semua menunjukkan bahwa tubuh Manusia Kain Kafan diangkut ke makam dalam posisi horisontal. Dalam perjalanan ke makam itu darah keluar lagi dari luka lambung kanan-Nya, mengalir menuruni pinggang menuju ke belakang.

Adat pemakaman Yahudi pada waktu itu sebenarnya terdiri dari upacara memandikan mayat dan mengurapinya dengan rempah-rempah wangi. Tetapi rupanya tubuh Yesus tidak dimandikan, hanya dibubuhi rempah-rempah. Darah masih melumuri tubuh-Nya waktu dibungkus dan dimakamkan. Itulah sebabnya darah-darah itu membekas pada Kain kafan dan meninggalkan gambar tubuh-Nya bagian muka dan bagian belakang. Dan itu semua menunjukkan bahwa Manusia Kain Kafan dibungkus dan dimakamkan dengan agak terburu-buru. Apa yang memburu? Lukas menceritakan bahwa "hari itu hari persiapan dan ketika itu Sabat hampir mulai" (Lukas 23:54). Bila Sabat mulai, tak seorang pun diperbolehkan berada di luar rumah. Pada masa Yesus, hari baru mulai sesudah matahari terbenam, yaitu waktu tiga bintang terbit dan terompet berbunyi.


Pada waktu para murid Yesus menurunkan tubuh dari salib, hari sudah petang, matahari sudah terbenam. Matahari terbenam jam 6.08 sore. Hari baru (Sabat) mulai jam 7.08 sore. Jadi pada waktu itu para murid hanya mempunyai kesempatan kira-kira satu jam untuk mengurusi jenazah Yesus. Itulah sebabnya mereka hanya merempah-rempahi jenazah Yesus. Itu pun dikerjakan dengan cepat-cepat, jangan sampai bunyi terompet dimulainya hari Sabat memergoki mereka masih berada di luar rumah. Itulah sebabnya Maria Magdalena, Maria Yakobus dan beberapa wanita lainnya bermaksud untuk mengurapi Yesus lagi dengan minyak wangi dan rempah-rempah harum bila Sabat sudah lampau. "Beberapa wanita, yang telah datang bersama-sama Yesus dari Galilea, ikut serta hendak meninjau makam dan melihat bagaimana tubuh Yesus diletakkan di dalamnya. Setelah kembali mereka menyediakan rempah-rempah harum dan minyak wangi; namun pada hari Sabat mereka beristirahat menurut hukum Taurat. Pada hari pertama dalam minggu, ketika dinihari, wanita-wanita itu pergi ke makam dan dibawanya rempah-rempah wangi yang sudah disediakannya itu" (Lukas 23:55-24:1). "Maria Magdalena beserta Maria ibu Yusuf hadir, dan mereka melihat tempat Yesus dibaringkan. Tatkala Hari Sabat sudah lampau, pergilah Maria Magdalena dan Maria Yakobus membeli minyak wangi untuk mengurapi Yesus. Dan pada hari pertama dalam minggu, waktu dinihari, ketika matahari terbit, datanglah mereka ke makam" (Markus 15:47 - 16:1-2).

Enam orang sekurang-kurangnya merawat tubuh Yesus untuk pemakaman-Nya, yaitu ibu-Nya sendiri, Yohanes, Maria Magdalena, Maria yang lain (ibu Yakobus Muda dan Yusuf), Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus. (Lihat kisah pemakaman Yesus dalam Injil: Matius 27:57-61; Markus 15:42-47; Lukas 23:50-56; Yohanes 19:38-42.) Sudah barang tentu mereka merawat tubuh Yesus dengan penuh kasih dan sangat cermat - terlebih-lebih ibu-Nya. Gambar tubuh Yesus bagian muka dan belakang membekas dengan begitu jelasnya pada Kain kafan, itu pastilah pertama-tama karena keseksamaan mereka membungkus tubuh-Nya meskipun agak dengan terburu-buru.

Ibu dan Anak selalu bekerja sama dalam karya penebusan. Fiat yang telah diberikan ibu pada waktu menerima warta dari malaikat Gabriel dilaksanakannya sampai titik penghabisan Puteranya, sengsara dan wafat-Nya. Dan pada saat pemakaman-Nya ini, oleh peran-sertanya yang demikian menyeluruh dalam karya penyelamatan Allah, lahirlah untuk umat manusia harta pusaka iman yang tak terhingga nilainya, yaitu gambar Hamba Allah Yang Menderita pada Kain kafan.

Sesuatu yang tertulis dengan darah menyatakan besarnya cinta kasih seseorang yang menulis dengan darah. Dua orang yang menggores tangannya sampai berdarah dan melekatkan kedua tangan mereka adalah tanda cinta kasih dan persahabatan mereka  yang total, tanpa reserve. Dan cinta kasih yang tertulis dengan darah pada Kain kafan itu adalah momento yang tak akan terhapus tentang cinta Allah; itu adalah saksi diam episentrum tindak penyelamatan Allah yang Maha Pengasih - bahwa Allah Putera telah datang di dunia seperti dijanjikan, sungguh-sungguh menderita dan wafat, dan bangkit dari mati - untuk kita semua.

Apakah yang akan kita berikan kepada-Nya sebagai balasan?



Sumber :
- Sejenak memandang Manusia Kain Kafan : A. Widyamartaya
- Film The Passion of The Christ
- Wikipedia : Shroud of Turin