(Serpihan-Serpihan Kisah Yang Tercecer)
Tatkala sedang menikmati indahnya panorama persawahan di desa (19 Juni 2014) saya dikejutkan oleh sebuah berita. Membaca berita yang dikirim pertama kali oleh P. Jimmy Tumbelaka Pr tentang meninggalnya P. Made Miasa Pr pada hari Kamis, 19 Juni 2014 pukul 14.20 di RS Gunung Maria - Tomohon, saya teringat lagu dengan judul, “Bing” yang dilantunkan oleh Titiek Puspa:
Siang itu surya berapi sinarnya
Tiba-tiba redup langit kelam
Hati yang bahagia terhempas seketika
Malapetaka seakan berlinang.
Berita menggelegar aku terima
Kekasih berpulang ‘tuk selamanya
Hancur luluh rasa jiwa dan raga
Tak percaya tapi nyata.
Berita siang kemarin bagi kebanyakan orang merupakan “berita menggelegar.” Umat, sahabat, kenalan Pastor Made saling memberikan ucapan belasungkawa, dukacita ataupun RIP (Requiescat in pace atau rest in peace).
Kita bersyukur hidup pada zaman tehnologi yang semuanya serba cepat. Kita membayangkan bagaimana berita menggelegar zaman dulu kala. Zaman dulu, berita dikirim secara estafet dari puncak bukit yang satu ke puncak bukit lainnya. Pengiriman berita menggelegar ini berdasar pada cursus publicus – suatu system pos. Kata “post”dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin, positus yang berarti ditempatkan. Perkataan ini ada hubungannya dengan kuda-kuda yang ditempatkan pada tempat-tempat perhentian tertentu sepanjang jalan-jalan Romawi. Setiap kandang kuda diperkirakan menyediakan empat puluh ekor kuda. Degan begitu banyak kuda yang tersedua, sepucuk surat dapat menempuk jarak 100 mil sehari. Si pembawa berita – seringkali seorang budak dikenal sebagai tabellarius. Sebagai tanda pengenal, ia memakai sebuah lencana kecil dari perunggu. Berabad-abad sebelum itu, Cyrus (± 576 – 529 seb. M) Raja Persia adalah penemu dari system pengiriman berita secara estafet. (Bdk. Buku tulisan Charles Ludwig dengan judul, “Kota-kota pada zaman Perjanjian Baru” hlm. 12). Bangsa Romawi juga memakai burung merpati untuk pengiriman sebuah berita (par avion).
Rasa ingin tahu akan sebuah berita sudah menjadi kecenderungan umat manusia. Sementara artikel ini ditulis, kebanyakan kita tetap ingin meng-up date berita menggelegar ini. Tetapi sebenarnya hal ini bukan barang baru. Konon kabarnya, ketika orang-orang Athena saling berjumpa di pasar atau agora, maka kata pertama yang mereka lontarkan ialah, “Ti kainon?” – masih ada kabar baru? Kita pun setiap membuka percakapan selalu mengatakan, "Halo apa kabar?” Kita merupakan bangsa yang ingin tahu, well-informed (buku tulisan Dick Hartoko dengan judul, “Tanah Airku dari bulan ke bulan” hlm. 64).
Dengan berita yang mengejutkan serta menggelegar ini, saya dari jauh berdoa bagi sahabat dan kakak kelas saya.
Jumat, 20 Juni 2014 Markus Marlon
--
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com
--
Posting oleh PDS - Alumni PIKA ke Artikel pada 6/26/2014 11:42:00 PM