Seorang pemuda yang sedang jatuh cinta berusaha selama berbulan-bulan untuk mengambil hati pujaannya, namun
gagal. Ia merasa sakit hati karena ditolak. Namun akhirnya si jantung-hati menyerah. ‘Datanglah di tempat anu
pada jam anu,’ katanya.
Pada waktu dan di tempat anu tersebut, akhirnya si pemuda sungguh jadi duduk bersanding dengan jantung-hatinya. Lalu ia merogoh saku dan mengeluarkan seberkas surat-surat cinta, yang telah ia tulis selama berbulan-bulan, sejak ia
mengenal si jantung-hati. Surat-surat itu penuh kata-kata asmara, mengungkapkan kerinduan hatinya dan
hasratnya yang membara untuk mengalami kebahagiaan karena dipersatukan dalam cinta. Ia mulai membacakan semua suratnya itu untuk jantung hatinya. Berjam-jam telah lewat, namun ia masih juga terus membaca.
Akhirnya si jantung hati berkata:
‘Betapa bodoh kau! Semua suratmu hanya tentang aku dan rindumu padaku. Sekarang aku di sini bahkan duduk disampingmu. Dan kamu masih juga membacakan surat-suratmu yang membosankan itu!’
‘Inilah aku, duduk di sampingmu,’ sabda Tuhan kepada penyembahnya, ‘dan engkau masih juga berpikir-pikir
tentang Aku di dalam benakmu, berbicara tentang Aku dengan mulutmu, dan membaca tentang Aku dalam
buku-bukumu. Kapankah engkau akan diam dan mulai menghayati kehadiranKu?