Ia mengira sungguh amat penting menjadi miskin dan hidup bermatiraga. Tidak pernah ia menyangka, bahwa yang paling penting ialah melepaskan ‘ego’nya. ‘Ego’ dapat menjadi-jadi karena kesucian maupun karena keduniawian, karena kemiskinan maupun karena kekayaan, karena bermatiraga maupun karena hidup mewah. Tidak ada sesuatu pun yang tidak digunakan oleh ‘ego’ untuk melambungkan diri.
Murid: Aku datang kepadamu dengan tangan hampa.
Guru: Buanglah kehampaan itu sekarang juga!
Murid: Bagaimana aku dapat membuangnya? Hanya kehampaan belaka.
Guru: Kalau begitu, bawalah serta ke mana saja engkau pergi.
Engkau dapat membuat kehampaan menjadi milikmu. Dan membawa serta matiragamu bagaikan sebuah piala penghargaan. Jangan membuang milikmu, Buanglah ‘ego’mu!
Guru: Buanglah kehampaan itu sekarang juga!
Murid: Bagaimana aku dapat membuangnya? Hanya kehampaan belaka.
Guru: Kalau begitu, bawalah serta ke mana saja engkau pergi.
Engkau dapat membuat kehampaan menjadi milikmu. Dan membawa serta matiragamu bagaikan sebuah piala penghargaan. Jangan membuang milikmu, Buanglah ‘ego’mu!