Minggu, 23 Juli 2017

85. TELUR EMAS

The Song of The Bird 85.



Bacaan dari sebuah kitab suci:
Inilah sabda dari Yang Mahatinggi:
Pada jaman dahulu kala adalah seekor angsa yang setiap hari bertelur sebutir telur emas. Isteri petani yang memiliki angsa itu sangat gembira karena telur-telur itu membuatnya kaya-raya. Namun ia seorang wanita yang loba. Ia tidak dapat menunggu dengan sabar sebutir telur sehari. Ia bermaksud menyembelih angsa itu dan sekaligus mendapatkan semua telurnya. Maka akhirnya ia menyembelih angsa itu. Namun yang didapatkannya tidak lain daripada telur setengah jadi dan angsa mati yang tidak dapat bertelur lagi.
Demikianlah sabda dari Yang Mahatinggi.

Seorang ateis yang mendengar kisah dari kitab suci ini mencemooh: Dongeng seperti itu kau namakan sabda dari Yang Mahatinggi? Masakan seekor angsa bartelur emas! Nah terbukti, berapa jauh seseorang dapat percaya akan apa yang disebut ‘Tuhan Yang Mahatinggi’.

Seorang cendekiawan saleh yang membaca naskah ini menanggapi demikian: Tuhan jelas mengatakan kepada kita, bahwa dahulu kala ada seekor angsa yang bertelur emas. Jika Tuhan mengatakan hal ini, tentulah harus benar-benar terjadi, meskipun tampaknya sulit diterima oleh akal sehat manusia. Penyelidikan arkeologi samar-samar menunjukkan, bahwa dalam sejarah kuno sungguh pernah hidup seekor angsa ajaib yang betul-betul bertelur emas. Nah, orang akan bertanya, dan masuk akal bertanya demikian: Bagaimana mungkin sebutir telur, tanpa kehilangan sifat telurnya, sekaligus terdiri dari emas? Hal ini tentu saja tidak dapat dijawab. Berbagai macam mazhab berusaha menafsirkannya dengan cara yang berbeda-beda. Tetapi yang pada akhirnya dituntut adalah iman kuat terhadap rahasia yang menakjubkan bagi akal budi manusia ini.
Bahkan ada seorang pengkhotbah yang sesudah membaca kisah itu menjelajah semua kota dan desa. Tak bosan-bosannya ia mendesak orang supaya percaya bahwa Tuhan pernah menciptakan telur-telur emas pada suatu saat dalam sejarah manusia.

Bukankah lebih berguna, jika ia menggunakan waktunya untuk mengajar orang tentang buruknya sifat tamak daripada untuk mengembangkan kepercayaan akan telur emas? Sebab, bukankah jauh lebih penting melakukan kehendak Bapa Yang ada di surga daripada hanya menyebut-nyebut ‘Tuhan, Tuhan!’