Kamis, 05 Oktober 2017

Observatorium Bosscha

Observatorium Bosscha merupakan salah satu tempat peneropongan bintang tertua di Indonesia. Observatorium Bosscha (dahulu bernama Bosscha Sterrenwacht) dibangun oleh Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau Perhimpunan Bintang Hindia Belanda.

sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Observatorium_Bosscha


Observatorium Bosscha berlokasi di Lembang, Jawa Barat, sekitar 15 km di bagian utara Kota Bandung dengan koordinat geografis 107° 36' Bujur Timur dan 6° 49' Lintang Selatan. Tempat ini berdiri di atas tanah seluas 6 hektare, dan berada pada ketinggian 1310 meter di atas permukaan laut atau pada ketinggian 630 m dari dataran tinggi Bandung. Kode observatorium Persatuan Astronomi Internasional untuk observatorium Bosscha adalah 299. Tahun 2004, Observatorium Bosscha dinyatakan sebagai Benda Cagar Budaya oleh Pemerintah. Karena itu keberadaan Observatorium Bosscha dilindungi oleh UU Nomor 2/1992 tentang Benda Cagar Budaya. Selanjutnya, tahun 2008, Pemerintah menetapkan Observatorium Bosscha sebagai salah satu Objek Vital nasional yang harus diamankan.


Pada permulaan abad ke-20, para astronom mulai menyadari bahwa bintang-bintang terikat satu sama lain membentuk sistem galaksi. Keinginan untuk meneliti dan memahami struktur galaksi tersebut mendorong dibangunnya berbagai teleskop besar di Belahan Bumi Selatan karena sebelumnya teleskop berukuran besar hanya terkonsentrasi di Belahan Bumi Utara, terutama di Eropa dan Amerika Utara.

Ide pembangunan observatorium di Hindia Belanda dikemukakan oleh insinyur-astronom kelahiran Madiun, Joan George Erardus Gijsbertus Voûte. Dia melihat bahwa penelitian astronomi terhambat karena kurangnya jumlah observatorium dan pengamat di Belahan Bumi Selatan. Pada awalnya, Voûte meneliti di Cape Observatory, Afrika Selatan, namun kurangnya dukungan pemerintah setempat membuat Voûte kembali ke Batavia, Hindia Belanda. Voûte berusaha mempengaruhi beberapa astronom di Belanda untuk membangun Observatorium di Hindia Belanda. Persahabatan antara Voûte dengan pengusaha kaya Karel Albert Rudolf Bosscha dan Rudolf Albert Kerkhoven semakin memperkuat dukungan terhadap pembangunan Observatorium.

Bosscha mengumpulkan pengusaha dan orang-orang terpelajar untuk membentuk organisasi Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV—Perkumpulan Astronom Hindia Belanda) untuk menyalurkan uang bagi pembangunan observatorium. Hingga tahun 1928, diperkirakan organisasi ini mampu menyumbangkan 1 juta Gulden untuk dana pendirian dan operasional harian observatorium. Sebidang tanah di Lembang telah disumbangkan oleh Ursone bersaudara, pengusaha pemerahan sapi Baroe Adjak, dan hak kepemilikan tanahnya telah diserahkan kepada NISV.


Bosscha dan Voûte kemudian memberikan mandat kepada Observatorium Leiden untuk mengawasi pembelian instrumen untuk observatorium. Bosscha meminta saran kepada direktur Observatorium Leiden, Ejnar Hertzsprung, mengenai pengadaan teleskop dan juga mengenai sistem pikul teleskop. Ia berharap untuk dapat memanfaatkan jatuhnya nilai tukar Mark Jerman pasca Perang Dunia I agar dapat memperoleh teleskop Jerman berkualitas baik dengan harga murah. Pada awal tahun 1921, Bosscha bersedia membayar sebuah teleskop dengan garis tengah 60 cm dan panjang fokus 10 meter. Teleskop ini kemudian dipesan dari perusahaan optik ternama Jerman, Carl Zeiss Jena. Sebagai penghargaan atas jasa K.A.R. Bosscha dalam pembangunan observatorium ini, maka nama Bosscha diabadikan sebagai nama observatorium ini.



Konstruksi Observatorium Bosscha dimulai pada tahun 1923. Pada tahun 1925 program pengamatan sudah dimulai dengan instrumen yang ada. Carl Zeiss membutuhkan waktu tujuh tahun untuk membuat dan mengantarkan teleskop 60 cm, yang tiba pada tahun 1928. Voûte berkutat dengan kalibrasi teleskop besar tersebut selama dua tahun berikutnya hingga ia puas dengan kinerjanya. Semenjak tahun 1923, Voûte mulai mengundang astronom-astronom Belanda untuk bekerja di Observatoriumnya.


Publikasi internasional pertama Observatorium Bosscha dilakukan pada tahun 1933. Namun kemudian observasi terpaksa dihentikan dikarenakan sedang berkecamuknya Perang Dunia II. Setelah perang usai, dilakukan renovasi besar-besaran pada observatorium ini karena kerusakan akibat perang hingga akhirnya observatorium dapat beroperasi dengan normal kembali.

Kemudian pada tanggal 17 Oktober 1951, NISV menyerahkan observatorium ini kepada pemerintah RI. Setelah Institut Teknologi Bandung (ITB) berdiri pada tahun 1959, Observatorium Bosscha kemudian menjadi bagian dari ITB. Dan sejak saat itu, Bosscha difungsikan sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal Astronomi di Indonesia.

Saat ini, kondisi di sekitar Observatorium Bosscha dianggap tidak layak untuk mengadakan pengamatan. Hal ini diakibatkan oleh perkembangan pemukiman di daerah Lembang dan kawasan Bandung Utara yang tumbuh laju pesat sehingga banyak daerah atau kawasan yang dahulunya rimbun ataupun berupa hutan-hutan kecil dan area pepohonan tertutup menjadi area pemukiman, vila ataupun daerah pertanian yang bersifat komersial besar-besaran. Akibatnya banyak intensitas cahaya dari kawasan pemukiman yang menyebabkan terganggunya penelitian atau kegiatan peneropongan yang seharusnya membutuhkan intensitas cahaya lingkungan yang minimal. Sementara itu, kurang tegasnya dinas-dinas terkait seperti pertanahan, agraria dan pemukiman dikatakan cukup memberikan andil dalam hal ini. Dengan demikian observatorium yang pernah dikatakan sebagai observatorium satu-satunya di kawasan khatulistiwa ini menjadi terancam keberadaannya.

Polusi cahaya yang semakin mengganggu akibat dari pemukiman penduduk dan pusat bisnis di sekitar Lembang, Bandung melatarbelakangi rencana pemindahan Observatorium Bosscha. Untuk rencana pemindahannya, tim riset astronomi Institut Teknologi Bandung memilih Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Alasan dipilihnya Kupang sebagai tempat pengganti untuk Bosscha adalah langit di sana jauh lebih terang dibandingkan di Lembang. Dengan rencana pemindahan ini juga diharapkan untuk lebih memajukan lagi bidang antariksa di Indonesia.