Selasa, 12 Agustus 2014

TANGAN


(Kontemplasi  Peradaban)
 
       Dalam setiap peristiwa, tanda tangan memiliki fungsi yang amat vital. Orang yang akan operasi berat, tentu dari pihak Rumah Sakit membutuhkan tanda tangan dari pihak keluarga. Orang yang mengadakan kontrak kerja atau MoU  (Memorandum of Understanding)  hanya akan sahih jika ada tanda tangan.  Semua membutuhkan tanda tangan – kecuali – bagi orang yang  buta huruf, namun tetap menggunakan sidik jari atau cap jempol.
          Tangan memiliki kuasa. Ada tangan yang diurapi dan ada tangan besi untuk memerintah. Lihat saja bagaimana Kaisar-Kaisar Romawi, penguasa otoriter yang kejam itu hanya dengan menggerakkan tangannya bisa menyelamatkan atau membunuh  gladiator  yang menjadi pecundang,  "Verso pollice" – dengan ibu jari ke arah bawah  -  Inilah tanda bahwa  gladiator  yang kalah harus dibunuh. Di dalam tangan seolah-olah terungkap sikap dan keputusan yang berdaulat.
          Dalam hidup harian, kita melihat bagaimana dengan tangan kita bisa berbuat baik dan berbuat jahat. Kata-kata seperti: emansipasi, manipulasi dan  masturbasi  adalah kegiatan yang menggunakan tangan. Orang yang aktif dalam suatu kegiatan dan melibatkan diri disebut sebagai emansipasi (Bhs Latin: e = ke luar + manus = tangan  + capere = mengambil) . Tidak asing di telinga kita yaitu  kata manipulasi yang berasal dari  manipulare (Bhs. Latin:  manus = tangan + plere = mengisi), artinya penyelewengan  / penyalahgunaan / penggelapan.  Lantas, kata masturbasi yang berasal dari   masturbari (Bhs. Latin: manus = tangan + stupere = kotor) memiliki makna tindakan pemuasan nafsu secara mandiri dengan tangannya tentunya.  Dan  dalam bahasa pergaulan,  kita sering mendengar kata: panjang tangan, berpangku tangan, dan lain sebagainya.
          Keaslian dan originalitas serta autentisitas sebuah karya terjadi karena tangan-tangan trampil yang melakukan  (pekerjaan tangan). Kalau kita ke toko batik atau ukiran-ukiran halus buatan tangan, kita bisa terheran-heran,  karena harganya mahal. Mahalnya  mahakarya itu bisa dimengerti karena dibuat oleh tangan, authentic-hand atau  handicraft.  Tidak heranlah jika lukisan Vincent van Gogh (1853 – 1890), Rembrandt (1606 – 1669) atau Affandy yang asli sangat mahal (puluhan bahkan ratusan kali lipat)  dibandingkan dengan lukisan  reproduksi atau tiruan (reproduction of painting).  
          Akhirnya, semua kebaikan dari orang lain seperti gagasan, pemberian materi, keindahan alam haruslah kita terima dengan tangan terbuka. Orang yang menerima tentunya dengan tangan bukan dengan kaki. Kata  terima  itu sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno, "terlima"  yang berarti tertangan, tanggap. (Lima = tangan).
Kamis, 27 Februari 2014   Markus Marlon
  
Sent by PDS 
http://pds-artikel.blogspot.com 

--
Posting oleh PDS - Alumni PIKA ke Artikel pada 2/27/2014 08:30:00 PM

MENEBUS PERKAWINAN


By. Julianto Simanjuntak*)

Perkawinan yang seolah sudah mati bisa ditebus. Namun harus ada rela  yang menjadi "agen penebus".  Rela membayar harga untuk menebus perkawinan itu dari "rumah gadai" masalah. Perkawinan adalah warisan bernilai bagi keturunan kita. Alangkah indahnya mewariskan (CV) perkawinan yang baik bagi Anak-cucu.
Ilustrasi
Menjelang tahun ajaran baru, seorang Ibu terpaksa menggadaikan beberapa perhiasan  kesayangannya. Anak sulungnya harus membayar uang masuk Perguruan Tinggi.  Sementara si bungsu harus masuk SMP. Ibu itu tidak memiliki uang yang cukup.
Dengan  hati yang berat dia menitipkan perhiasan yang sempat dia tabung dari sisa gaji suaminya di kantor pegadaian yang  tak jauh dari rumahnya. Termasuk satu gelang dan anting-anting  warisan almarhum ibunya. Tapi ia bertekad, suatu hari dia harus bisa menebus gelang dan anting warisan almarhum ibunya. Baginya itu sangat berharga, dan penuh kenangan.
Untuk bisa menebus kembali perhiasan warisan itu si ibu ini bertekad melamar kerja. Dia pernah lulus sarjana akuntan. Lama dia berhenti kerja demi mengurus anak anak.  Setelah mendapat pekerjaan tetap itu, dengan segala upaya, termasuk meminjam dari kantor secara perlahan dia menebus kembali satu demi satu gelang dan anting warisan sang Bunda. Si ibu berhasil menebusnya dan senang luar biasa.
Nilai Keluarga
Perkawinan adalah suatu lembaga yang berharga. Di dalamnya kita mendapatkan identitas. Suami atau istri;   ayah atau ibu. Juga sebagai anak, kakak atau adik.
Keluarga adalah berkat terbesar dan bernilai. Di dalamnya kita dilahirkan, dibentuk dan menjadi seseorang hingga berkeluarga. itu sebabnya, dimanapun  perkawinan biasanya  dirayakan sebagai satu peristiwa penting, bermakna dan bersejarah. Dalam agama tertentu perkawinan itu disertai janji, tidak dapat dipisahkan kecuali kematian.
Perkawinan Bermasalah
Sayangnya Sebagian perkawinan yang dimulai dengan baik, akhirnya retak dan berujung masalah.  Ada saja yang tidak diharapkan dan tidak terduga  terjadi. Membuat masing-masing merasa  tidak tahan untuk melanjutkan pernikahan tersebut.
Namun seberapa bernilai atau  berharga perkawinan itu akan menentukan sikap Anda. Mempertahankan atau melepaskan. Mencoba menghidupkan kembali atau membiarkannya mati. "Menebus" ulang atau membiarkannya "tergadai" masalah kehidupan. 
Rasanya tidak ada pernikahan yang bebas  masalah. Hanya saja mereka yang siap dan dewasa, memanfaatkan konflik dalam keluarga untuk  bertumbuh.  Menjadikan kesulitan sebagai loncatan agar perkawinan tumbuh  lebih baik.  Bertahan menjalani kerikil perkawinan, meski sakit. Berusaha memperbaiki jika ada kesalahan atau keretakan disana sini. Sebab masing-masing sadar bahwa Anda menikah dengan orang (pilihan Anda) yang tidak sempurna.
Menebus Perkawinan
Seperti Ibu dalam kisah di atas, perkawinan yang sedang bermasalah perlu "ditebus".  Khususnya Perkawinan yang sedang  disandera pelbagai masalah. Mungkin pasangan anda berkhianat atau berbuat salah dengan  berselingkuh; ada masalah keuangan yang cukup berarti, konflik relasi yang pelik, kepahitan, dlsb.
Memang dalam beberapa kasus perkawinan yang sakit,  kadang ada pasangan yang harus rela sementara berpisah dengan orang yang anda cintai. Mungkin itu  pisah ranjang, pisah kamar  hingga pisah rumah. Kadang perpisahan itu disepakati untuk jangka waktu tertentu. Namun berapa lama?
Dengan sikap hati yang benar, Anda perlu belajar setia  mencintai pasangan. Juga  menghargai lembaga perkawinan itu sendiri, yang Anda masuki dengan janji. Dengan demikian maka Anda tidak akan rela berpisah terus menerus.  Saudara berusaha "menebus",  agar cinta perkawinan itu menjadi milik Anda lagi.  Mempersatukan kembali dengan pasangan. Ingat, perkawinan jauh lebih mahal dan berharga dari apapun termasuk anting-anting atau perhiasan seperti kisah ibu di atas.
Perkawinan yang seolah sudah mati bisa ditebus. Namun harus ada yang menjadi agen penebus. Rela membayar harga untuk menebus perkawinan itu dari "rumah gadai" masalah.  Untuk itu tentu ada harga yang harus dibayar, dan harus ada salah satu yang rela membayarnya. Mungkin itu harga diri, Korban perasaan, mengalahkan keangkuhan, rela minta maaf atau memaafkan,  dan siap berdamai.
Meski mahal, untuk menebus kembali cinta perkawinan, hasilnya kelak  sangat luar biasa.  Ayah dipersatukan kembali dengan putranya. Anak putri bersatu kembali dengan ibunya. Hidup bersama, ya  tinggal bersama kembali dengan saling mencintai, itulah sesungguhnya "surga" yang didambakan anak-anak, dan kita sebagai pasangan. Jika Anda membutuhkan terapis atau mediator perkawinan, temuilah.
Penutup
Seorang klien saya telah ditinggal suaminya 23 tahun lamanya. Sang suami menikah dengan WIL nya. Hidupnya ditelantarkan bersama 3 anaknya yang masih kecil.
Namun saat mantan  suaminya ini sakit-sakitan, hartanya habis, dia ditinggal perempuan itu. Saat suaminya minta kembali, klien saya menerimanya. Satu kalimat yang berkesan dari klien saya: "Saya menerima suami saya, saya memaafkannya bahkan sejak awal dia mengkhianati saya. Saya rindu  agar cucu-cucu saya punya Kakek. Saya mau wariskan CV pernikahan yang baik pada mereka, meski saya pernah gagal".
Perkawinan adalah warisan bernilai bagi anak cucu. Jangan pernah "gadaikan" atau lepaskan mutiara perkawinan anda hanya karena ada masalah. Alangkah indahnya mewariskan (CV) sejarah perkawinan yang baik bagi cucu Anda.
Jika perkawinan anda saat ini sedang di ujung tanduk, cinta telah lama hambar (mati), dan memungkinkan..... tebuslah. perjuangkanlah, meski untuk itu anda harus rela menjadi  agen penebus dan membayarnya dengan amat sangat mahal.

Julianto Simanjuntak
(Dari buku KETRAMPILAN PERKAWINAN, Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha, LK3)

Sent by PDS 
http://pds-artikel.blogspot.com 

--
Posting oleh PDS - Alumni PIKA ke Artikel pada 3/12/2014 05:56:00 AM

PEMIMPIN – 2 –


(Kontemplasi  Peradaban)
 
          "Kekuasaan tidak bisa dimiliki oleh orang-orang yang bicara sembarangan", adalah kutipan dari buku yang berjudul, 48 Hukum Kekuasaan tulisan Robert Greene. Penulis menggambarkan kisah ini dengan tokoh yang bernama Coriolanus.
Gnaeus Marcius, yang juga dikenal  sebagai Coriolanus, adalah seorang pahlawan militer besar di Roma kuno. Pada paruh pertama abad 5 s.M, ia memenangkan banyak peperangan terkenal dan menyelamatkan kota itu dari bencana berkali-kali.
          Sebelum terjun ke dunia politik, nama Coriolanus memancing perasaan takjub. Prestasinya di medan perang menunjukkan bahwa ia adalah seorang pria yang sangat pemberani. Karena rakyat tidak tahu banyak hal tentangnya, berbagai jenis legenda pun disangkut-pautkan dengan namanya. Namun demikian, tepat saat ia berpidato di hadapan rakyat Roma dan mengutarakan pendapatnya, segenap kehebatan dan misterinya pun lenyap. Semakin banyak ucapan yang dilontarkan oleh Coriolanus, ia tampak semakin lemah.  
          Seorang pemimpin adalah pemegang kebijakan (stakeholder). Kata demi kata yang dikeluarkan dari mulutnya haruslah sudah "matang." Orang Jawa mempunyai jargon yang sangat tepat, "Sabda pandhita ratu" yang artinya perkataan seorang raja yang sudah keluar dari mulutnya tidak bisa ditarik kembali.   Pengajaran ini amat dipatuhi dalam dunia pewayangan.  Para ksatria yang telah mengungkapkan kata-kata untuk melakukan sesuatu sudah dianggap sebagai ikthiar atau sumpah yang harus dipenuhi. Para ksatria sejati tidak mudah mengumbar janji.  
          Seorang pemimpin yang suka berpolemik dan membuat pernyataan menjadi makanan empuk bagi lawan politiknya. Apa yang dilontarkan ke masa bagaikan bola salju. Pernyataan Sang Pemimpin begitu cepat menyebar tanpa kendali. "Ajining diri gumantung kedaling lathi" yang artinya, harga diri seseorang  tergantung  dari kata-kata yang keluar dari mulutnya.  Pro dan  contra untuk menyikapi kata-kata  Sang Pemimpin menuai  badai yang besar, sehingga melelahkan dan menguras energi. Inilah yang diharapkan dari para lawan politiknya.  Pada gilirannya, Sang Pemimpin menjadi tidak berwibawa lagi, dan jika berpidato – meskipun isinya berbobot – tetapi karena  kurang bisa mengendalikan lidahnya, kata-kata yang keluar darinya tidak mempunyai arti lagi.  Pidatonya tidak memunyai nilai jual.
          Historia  repete, sejarah berulang.  Banyak kekuasaan jatuh karena kata-kata yang diucapkan. Buku tulisan Stefan Zweig yang berjudul  Marie Antoineette  sangat jeli memaparkan tentang terjadinya Revolusi Perancis. Tidak ingatlah bahwa Revolusi Perancis juga terjadi karena kata-kata dari Marie Antoinette  ( 1755 – 1793), "Roti di istana ada, tetapi tidak cukup untuk kalian." Tentu saja rakyat yang kelaparan akan mencari jalan supaya orang-orang dalam istana tersebut juga menderita kelaparan. Jalan satu-satunya adalah revolusi. "Hukuman" dari rakyat tersebut adalah gantung dengan goulettine. Kata-kata yang tidak terkendali berpotensi untuk membuat keruh suasana.
 Para pemimpin seperti Louis XIV (1754 – 1793) adalah orang-orang yang menghemat kata. Ketika dewan kerajaan komplain dan ingin bertemu dengan sang Raja. Louis XIV mendengarkan mereka tanpa mengucapkan apa-apa dengan mimik paling penuh teka-teki di wajahnya. Akhirnya setelah  para utusan dewan itu menyelesaikan presentasinya dan meminta pendapat sang Raja, sang Raja menatap mereka dan berkata, "Kupikir dulu, ya." Kemudian ia pun pergi. Para mentri dan anggota istana tidak akan pernah mendengar sepatah  kata pun tentang topik tersebut dari bibir sang Raja.
          Di saat-saat negara sedang genting dilanda dengan multi problema, banyak orang pandai berpendapat dan berargumen. Dengan gampang orang bersumpah demi nama Allah bahwa dirinya bersih. Kata-kata yang telah diucapkan itu direkam dan setiap saat jika dibutuhkan ditayangkan kembali. Masyarakat akhirnya bisa menilai melalui kata-kata yang diucapkan tersebut.  Hai, para pemimpin berhematlah dengan kata-katamu.
Jumat, 14 Maret 2014   Markus  Marlon
  
Sent by PDS 
http://pds-artikel.blogspot.com 

--
Posting oleh PDS - Alumni PIKA ke Artikel pada 3/14/2014 05:18:00 PM

Ayah Andalan Anak


Tidak mudah menjadi ayah. Namun jabatan Ayah sangat indah dan menyenangkan. Masalahnya adalah tidak ada sekolah yang mengajarkan bagaimana menjadi ayah yang baik dan dapat diandalkan Anak. Butuh usaha ekstra keras, skill dan emosi yang cukup, untuk mewujudkannya. Kami berdua terus berusaha menjadi orangtua lebih baik dengan cara sekolah konseling dan mengikuti pelatihan. Para Ayah dipanggil untuk mengisi tabung panahnya dengan baik. Agar suatu saat anak-anak kita pergi dari rumah mereka bagai anak panah yang siap diluncurkan. Ada beberapa faktor yang perlu kita miliki sebagai seorang Ayah agar dapat diandalkan anak-anak.
Ayah dan Visinya
Setiap Ayah perlu sekali memiliki visi atau tujuan menjadi seorang ayah, juga visi bagi seluruh anggota keluarganya. Visi yang dimaksuda adalah apa yang hendak dicapai seorang Ayah bagi anak-anaknya dan apa yang akan dilakukan sepanjang hidup yang diberikan Allah kepada seorang Ayah. Seorang Ayah yang memiliki Visi akan membuat dia bersemangat menjadi Ayah dan tidak mudah putus asa saat menjumpai kesulitan dalam mengasuh anak. Seorang Ayah perlu punya visi karena dia menjadi pemimpin dan pemberi arah bagi anak dan istri. Apa visi yang ingin Anda wujudkan dalam keluarga Anda? Saya punya visi bagi anak-anak saya, yaitu membangun generasi anak-cucu yang perkasa dan tangguh. Visi ini menjadi sangat penting jika kita mengerti bahwa kita tidak hanya bertanggung jawab atas anak-anak kita, tetapi juga atas cucu kita, cicit, kita, atas generasi ratusan tahun akan datang. Kelak kita tidak saja dikenal sebagai ayah tetapi juga Kakek dan leluhur yang bijak. Jika Anda punya visi sebagai seorang Ayah, akan mampu memotivasi anak-anak memiliki yang sama kelak dalam mendidik cucu-cucu kita.
Ayah mendidik anak mencintai buku
Sebagai seorang Ayah yang bijak, kita perlu mendorong anak-anak gemar belajar dan membaca. Sebab buku adalah jendela informasi yang limpah. Bagi kami buku sudah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan, artinya tiada hari tanpa membaca buku. Dengan menjadi teladan bagi anak-anak dalam membaca, anak-anak tidak sulit buat belajar dan membaca di rmah. Kami membiasakan secara rutin membawa anak-anak ke toko buku dan membelikan bacaan yang baik. Kita patut menyisihkan sebagian pendapatan kita untuk membelikan buku bagi anak-anak. Ayah adalah motivator utama bagi seorang anak mencintai buku. Selain buku pelajaran anak, kita perlu memperkenalkan buku yang membangun iman anak dan pertumbuhan jiwa mereka.
Ayah mengajarkan kerjasama
Anak-anak juga dapat meneladani ayah mereka dalam hal saling membantu dengan ibu mereka. Alangkah indahnya keluarga yang anggotanya saling memperhatikan. Atmosfer itu tidak tumbuh begitu saja, harus diciptakan dan diusahakan terus berlangsung. Saya (wita) tidak dapat melupakan bagaimana Papa membantu Mama jika ia berada di rumah. Kami bersaudara tujuh dan saya anak tertua. Saya kagum karena Papa selalu ada di dekat Mama justru pada masa-masa sulit, yakni waktu kami masih kecil. Waktu itu tidak ada pembantu. Kemungkinan karena mama ingin mengurus anak-anaknya sendiri. Hampir setiap tahun ada adik-adik saya yang lahir. Papa turun tangan hampir di segala lini rumahtangga. Para Ayah sekalian, sadar atau tidak anak-anak memperhatikan dengan seksama bagaimana kita memperlakukan istri atau ibu dari anak-anak kita. Bagaimana kita bekerjasama dengan Istri mengasuh mereka. Hal itulah yang akan ditiru saat mereka berumah tangga.
Ayah teman bermain anak
Hal praktis lain yang dapat kita lakukan untuk menjadi ayah bagi anak-anak kita adalah dengan bermain bersama mereka. Anak laki-laki lebih membutuhkan permainan yang bersifat fisik. Misalnya bergulat, kuda-kudaan, main sepeda, berenang, bulutangkis, sepakbola, adu-panco. Anak yang cerdas biasanya suka permainan yang dimainkan sambil ngobrol dengan Sang Ayah: Catur, halma, ular tangga dan monopoli. Belakangan ini muncul permainan yang disebuat game boy, PlayStation, dan sebagainya. atau olahraga bersama seperti badminton dan lainnya. Bermain hanyalah sarana agar kita bisa berkomunikasi dengan anak. Bermain sambil bercerita akan membangun hubungan bathin kita dengan mereka. Hubungan bathin yang kaya akan membuat anak-anak terhindar dari pengaruh buruk diluar rumah.
Ayah pemimpin spiritual
Sebagai Ayah kita dipanggil menjadi Imam, pemimpin spiritual. Dengan menghadirkan Tuhan dalam pesekutuan keluarga akan membuat anak tumbuh mengenal Tuhan. Belajar taat dan takut akan Tuhan yang dipelajari melalui Firman Tuhan. Kita perlu menyediakan waktu ngobrol-ngobrol tentang Tuhan dan doktrin kepada anak-anak, dan mewariskan spiritualitas yang baik kepada mereka.
Belajar dari James Dobson saya mengambil komitmen mengutamakan anak-anak diantara semua aktifitas saya. Dari semua gelar yang diberikan kepada saya, yang paling saya sukai adalah Ayah. Tekad ini menjadi stabiliser yang baik, terutama saat saya sibuk dengan pekerjaan di luar rumah. Bila anak-anak menikmati kita sebagai Ayahnya, maka anak akan mempercayai kita. Dengan demikian anak lebih mudah mentaati kita dan lebih disiplin. Jika kita pernah gagal menjadi Ayah yang baik saat anak masih balita, kita perlu memulihkan hubungan sebelum anak remaja.
Yulianto Simanjuntak. 
Sent by PDS 
http://pds-artikel.blogspot.com 

--
Posting oleh PDS - Alumni PIKA ke Artikel pada 3/18/2014 01:15:00 AM

RENCANA


 ( M   o   t   i   v   a   s   I )
 
          Pernah suatu hari ada seorang karyawan berkata, "Saya akan pergi ke Jakarta." Namun dalam bergulirnya waktu, karyawan itu belum juga berangkat ke Jakarta. Usut punya usut,  ternyata dia tidak membuat perencanaan yang matang atas keberangkatannya.
          "Rencana" adalah sebuah kata dari bahasa Sansekerta yang berarti susunan kegiatan. Dengan adanya rencana, seseorang  telah  menyusun kegiatan-kegiatannya sehingga bisa terlaksana. Ia tidak hanya berkata, "Saya akan…" melainkan ia berkata, "Saya berencana untuk…"  Orang yang berencana memunyai jadual atau agenda yang jelas dan pasti. Yesus pun pernah mengajar tentang perencanaan, "Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu" (Luk 14: 28).  Bahkan pepatah kuno pun berkata, "Gagal untuk merencanakan adalah merencanakan untuk gagal." Ini berarti seseorang perlu untuk  "duduk dahulu" membuat rencana yang benar.
          Betapa pentingnya  pembuatan sebuah  rencana. Stephen Covey  (1932 – 2012) dan Rebecca Merrill dalam bukunya yang berjudul,   "First Thing First"  menulis tentang kehebatan pohon bambu China.  Dikisahkan bahwa pohon bambu itu selama lima tahun pertama bertumbuh untuk memperkuat akar-akarnya. Setelah akar sudah kokoh-kuat, baru pohon bambu China itu bertumbuh dengan cepatnya menjulang tinggi, meskipun terhempas angin kencang sekalipun, pohon-pohon bambu China itu tetap berdiri kokoh.
          Sebuah rencana dibuat untuk masa depan – yang tentunya – mengacu pada pengalaman masa lalu dengan membuat evaluasi kerja. Smith Wigglesworth (1859 – 1947)  menulis, "God's plan for us  is to forget the past because the future is so amazingly wonderful" – Rencana Tuhan untuk kita adalah untuk melupakan masa lalu karena masa depan itu sangat indah luar biasa.  Orang yang berputar-putar dengan masa lalu sangat sulit untuk melihat dan merasakan keindahan masa depan. Orang itu berkutat dengan pengalaman masa lalu yang mungkin suatu kegagalan dan  rasa bersalah sehingga sulit untuk merencanakan sesuatu yang mengembangkan. Bayang-bayang kegagalan di masa lampau sangat menghalangi seseorang membuat rencana yang jernih.  
          Untuk membuat rencana tentunya seseorang melihat dulu kepada kekuatan dalam diri sendiri. Orang Yunani kuno mengatakan,  "gnouthi seauton"  – kenalilah dirimu sendiri.  Sun Tzu (400 – 320 seb. M) ahli strategi perang dalam bukunya yang berjudul   The Art of War  menulis, "Kenalilah musuhmu, kenalilah diri sendiri. Maka kau bisa berjuang dalam 100 pertempuran tanpa risiko kalah. Kenalilah bumi, kenalilah langit dan kemenanganmu akan menjadi lengkap."  Yesus pun juga pernah bersabda, "Atau raja mana yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang, ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang"  (Luk 14: 31).
Pada zaman muthakhir ini, orang-orang dalam membuat rencana menggunakan  analisis  SWOT (Strenght – Kekuatan, Weakness – Kelemahan, Oportunity – Kesempatan dan Threat – Tantangan). Dengan perencanaan yang matang – melalui proses yang panjang pula – tentunya akan menghasilkan perencanaan atau program yang dapat diandalkan.  Namun kita harus menyadari bahwa sebaik-baik rencana, kita harus tetap berpegang pada Tuhan, seperti yang diucapkan dalam Pepatah Latin, "Homo proponit sed Deus disponit" yang berarti: Manusia merencanakan tetapi Tuhanlah yang menentukan.
 
Jumat, 21 Maret 2014   Markus Marlon 

Sent by PDS 
http://pds-artikel.blogspot.com 

--
Posting oleh PDS - Alumni PIKA ke Artikel pada 3/20/2014 08:24:00 PM

Elemen Penghancur Perkawinan


Kasus
Albertus (nama samaran, disingkat A) adalah seorang yang lahir dan dibesarkan tanpa kehadiran seorang ayah. Sebelum ia lahir ayah dan ibunya bercerai. Tentu saja ini mempengaruhi kepribadian ibu dan dirinya sendiri.
A adalah seorang yang berjuang keras hingga memperoleh gelar yang sangat tinggi pada usia yang masih sangat muda. Dia pria yang sangat sibuk dalam karirnya. Istri A sebutlah Indri (nama samaran, disingkat I) juga seorang cerdas dan wanita karir yang hebat. Namun Indri sebelum menikah dengan A pernah menikmati keintiman dengan beberapa pria, bahkan sampai pada bentuk hubungan suami-istri.
Di sisi lain, Ketika baru saja menikah ternyata sang suami harus pergi ke luar negeri untuk studi. Hal ini tentu membawa pergumulan tersendiri baginya sebagai Indri, yang masih mendambakan keintiman dan kemesraan pada usia pernikahan yang baru.
Untuk mengatasi kesepian I, A mendorong istrinya untuk mengambil gelar Doktor. Dengan demikian tekanan dalam penyesuaian diri sebagai suami istri dan studi menjadi semakin besar. Akhirnya Indri terjebak mencari kemesraan dengan pria idaman lain (PIL), karena dia makin sering berjumpa sahabatnya di kantor dan saat kuliah.
Lama kelamaan A mengetahui perselingkuhan istrinya itu. Ditambah dengan catatan masa lalu istrinya yang belum pupus dalam ingatan A, membuat A menjadi sulit untuk mempercayai istrinya. Inilah latar belakang yang menimbulkan konflik dalam rumah tangga A.
Elemen Penghancur Perkawinan
Dalam kasus-kasus konseling kami memperhatikan, perkawinan menjadi rusak karena beberapa perilaku suami atau istri yang menghancurkan. Ada beberapa elemen yang dapat merusak perkawinan.
Pertama, keras kepala.
Artinya, masing-masing mudah terbakar oleh perbedaan pendapat. Pola komunikasi pasangan ini mirip dengan permainan kartu, tiap orang merasa harus menang. Salah satu Penyebabnya adalah keduanya memiliki sifat keras kepala.
Bagaimana mengatasi sifat keras kepala ini? Anda dan pasangan harus menyediakan waktu untuk duduk bersama. Kemudian membicarakan dengan terbuka hal-hal apa yang menjengkelkan masing-masing saat berkomunikasi. Misalnya soal pulang terlambat, janji yang tidak dipenuhi, sifat pelupa, dan sebagainya.
Sifat ini membuat suami atau istri tergoda untuk mengeluarkan statement atau tindakan tertentu yang sifatnya menghina dan menyerang satu sama lain. Misalnya berusaha menjadi lebih superior dengan cara merendahkan pasangannya. Pola komunikasinya "you hurt me, so I hurt you'. Hal ini akan memperlemah pernikahan. Seringkali penyebab tingkah laku ini muncul samar-samar.
Sementara itu, di satu sisi pasangan yang menderita justru "menyukai" dia menjadi korban. Dengan berperan sebagai korban dia mendapat jalan memojokkan pasangannya. Misalnya sang istri yang dominan suka mengambil keputusan tanpa tanya suami. Ketika kemudian ternyata keputusan itu salah, suaminya kemudian berkata, "Kan, mama yang mutusin sendiri..." Suami ini "menang", tapi dengan cara melukai istrinya.
Kedua, mendominasi pasangan.
Seorang istri yang sukses dalam karir, cenderung mengontrol suami dan semua urusan rumah tangganya. Kadang untuk itu dia berperilaku agresif dan berpura-pura meminta pendapat sang suami. Namun karena selalu kurang waktu untuk diskusi, suami akhirnya menyerah pada kemauan istrinya.
Ada juga sikap menyuap pasangan. Pola ini sering dipakai di mana komunikasi berjalan secara tidak jelas. Terjadi sistem "suap" supaya pasangan diam dan menerima keadaan. Contoh: Seorang istri yang ingin ngobrol dengan suaminya tentang sesuatu hal yang berhubungan dengan suaminya tetapi tidak kesampaian karena suami terlebih dahulu memberikan sesuatu padanya, misalnya perhiasan atau uang (hadiah). Akhirnya si istri mengurungkan niatnya untuk curhat. Ucapan terima kasih dari istri pada suaminya tidak berarti karena kebutuhan tidak terjawab.
Cara-cara ini harus diperbaiki jika Anda menginginkan pernikahan Anda menjadi lebih baik. Istri yang sukses perlu menyadari bahwa suami adalah pemimpin. Dengan demikian dia perlu memberikan sikap hormat seperti yang seharusnya diterima seorang pemimpin.
Kepemimpinan suami dalam keluarga bukanlah posisi yang diusahakan suami karena dia berhasil secara finansial atau punya pendidikan atau kedudukan lebih tinggi di kantor. Allah-lah, yang menentukan suami sebagai pemimpin dalam keluarga. Ini tidak bisa diganggu-gugat, karena sangat menentukan keberhasilan pernikahan Anda.
Seorang Istri yang takut akan Tuhan akan menempatkan suaminya pada posisi yang lebih tinggi daripada dia sendiri. Suami yang menyadari bahwa dia harus mempertanggungjawabkan kedudukan ini kepada Allah, tidak akan mau mengabaikan rumah tangganya, apa pun alasannya.
Tiga, membaca pikiran.
Istri/suami mempunyai asumsi pikiran terhadap pasangannya. Akibatnya, seringkali terjadi salah paham dan memancing pertengkaran. Contoh: seorang suami yang terlambat pulang dengan alasan bertemu klien sementara istri di rumah sudah berasumsi suaminya pergi dengan perempuan lain. Contoh: Kata Anda dalam hati, "Jangan-jangan dia itu ...."
Mind reading ini menjauhkan Anda dan pasangan secara emosi. Sedangkan kecurigaan membangun jarak Anda dengan pasangan. Waspadai juga pikiran berikut ini, "Istri saya sengaja berbuat begini supaya saya marah..." atau "Suami saya sengaja mau mempermalukan saya..."
Kita perlu membangun rasa percaya terhadap pasangan. Bagaimanapun, Andalah yang memilih dia menjadi suami atau istri Anda. Tentu Anda memilih dia dari sekian banyak orang yang Anda kenal karena dia yang terbaik bagi Anda. Dialah juga orang yang terdekat dengan Anda saat ini. Kalau bukan Anda yang mempercayai pasangan Anda, siapa lagi?
Pria dan wanita mempunyai sifat dan pembawaan yang dasarnya memang berbeda. Misalnya kebutuhan untuk didengarkan, lebih mendominasi para istri. Sedangkan pria akan sangat berterimakasih jika istrinya tidak terlalu banyak bertanya di saat dia tidak siap menjawabnya atau ketika dia lelah dan butuh istirahat. Komunikasikan kebutuhan Anda dengan baik sehingga pasangan Anda tidak menduga-duga lebih jauh.
Menurut Lederer dan Jackson, ada relasi yang kuat antara trust dan komunikasi suami-istri. Jika komunikasi antara suami istri terganggu dan mengalami tegangan maka trust cenderung berkurang. Tetapi jika keduanya saling memper-cayai, mereka mudah membangung kepercayaan yang "saling" (mutual confidence).
Empat, menghindari konflik.
Perilaku menjengkelkan lainnya adalah mengalihkan rasa enggan berkomunikasi dengan kesibukan. Contoh: Suami membawa pulang pekerjaan kantor, kemudian berkurung diri di kamar dan tidak mau diganggu. Istri juga terus sibuk dengan anak-anak dan pekerjaan rumah lainnya. Karena kesibukan masing-masing maka akhirnya mereka tidak saling berkomunikasi, padahal sebenarnya ada hal-hal yang bisa ditunda.
Contoh lain. Suami sebenarnya tidak begitu suka bertemu dengan keluarga istri. Maka, kalau keluarga istri berencana kumpul, ada-ada saja alasan suami tidak mau ikut. Ini dilematis untuk istri yang memang dekat dengan keluarga asalnya. Maka, jika ada rencana pertemuan keluarga, istri berusaha sedapat mungkin bersikap baik dan menghindarkan konflik dengan suaminya. Tetapi akibatnya dia kelelahan sendiri karena merasa terjepit antara suami dan orang tua atau saudara kandungnya.
Ini pernah terjadi dalam pernikahan kami sendiri di lima tahun pertama. Saya (Julianto) selalu merasa enggan ke rumah mertua saya, sebab saya tidak merasa nyaman sedang konflik dengan Wita. Lagipula konflik kami sering tidak selesai berhari-hari saat itu. Untuk menghindari ajakan Wita saya menyibukkan diri dengan pekerjaan kantor. Ya, sok sibuk.
Bagaimana mengatasi hal ini? Umumnya aktifitas sok sibuk ini dipicu oleh konflik tersembunyi. Kalau konflik tersembunyi ini dibiarkan bertumpuk, kita tinggal menunggu ledakannya yang hebat. Karena itu, masing-masing pihak harus mengakui perasaannya yang terdalam, apakah yang membuat dia enggan berkomunikasi dengan pasangan. Jika akar sebenarnya adalah konflik yang bertumpuk, mereka perlu belajar terbuka dan mampu mengelola konflik itu.
Lima, komunikasi yang miskin.
Dari kasus di atas, usai menikah Albert langsung pergi studi ke luar negeri meninggalkan istrinya. untuk studi. Hal ini tentu membawa pergumulan tersendiri baginya sebagai Indri, yang masih mendambakan komunikasi, keintiman dan kemesraan pada usia pernikahan yang baru.
Indri istri Albert merasa kesepian sendiri di rumah. Bagi istri, kehadiran suami di rumah merupakan kebutuhan yang sangat penting. Apalagi pada tahun-tahun pertama pernikahan. Sayangnya dalam usia pernikahan yang masih sangat muda itu Albert memilih sekolah ke luar negeri. Para istri umumnya sangat membutuhkan kehadiran sang suami untuk melindungi, menghibur, membesarkan dan menguatkan hatinya tatkala menghadapi tekanan-tekanan.
Menurut D. Scheunemann para istri sangat butuh pernyataan dan wujud cinta, rangkulan kasih, dan tanda-tanda cinta yang romantis. Istri membutuhkan banyak waktu suaminya agar suaminya dapat mendengarkan keluhan dan pergumulannya.
Ada empat kebutuhan pokok istri dalam hubungan dengan suami. Yakni: rasa aman, percakapan yang berarti, ikatan emosi yang romantis dan sentuhan fisik. Namun karena suaminya ada di luar negeri untuk kuliah, maka hal-hal tadi nyaris tidak dirasakan Indri. Karena kebutuhannya tidak dipenuhi maka muncullah keinginan membangun keintiman dengan pria lain. Komunikasi merupakan inti kehidupan keluarga. Artinya tiap anggota berinteraksi secara verbal dan nonverbal menyatakan emosi-emosi mereka. 
Melalui komunikasilah suami istri dapat menyatakan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan sehingga hubungan itu semakin intim dan dalam.
Tanpa kemampuan berkomunikasi secara efektif, keluarga itu akan cepat menjadi hanya sekumpulan individu yang memiliki perasaan, pikiran dan keinginan masing-masing. Keluarga yang demikian akan mudah menjadi sakit dan tidak berfungsi.
Enam, berbuat baik demi menguasai pasangan.
Perbuatan baik yang dilakukan oleh suami/istri untuk menyenangkan diri sendiri. Contoh: seorang istri melayani kebutuhan seksual suami dengan tujuan keinginannya dipenuhi, misalnya ingin dibelikan cincin berlian. Pola saling balas antara suami istri yang dilakukan secara sadar. Pasangan hanya berbuat baik jika pasangan lebih dulu berbuat baik dan sebaliknya.
Klien kami Siska mengeluh tentang pernikahannya. Suaminya sering berbuat baik karena ada maunya. Siska berkata, "Saya merasa suami saya membangun tembok di antara kami. Dia jarang mengajak saya bicara. Kalau saya mendekati dia atau mencoba mengajaknya bicara, dia pergi. Suami saya bahkan seringkali pergi begitu saja, nggak bilang. Tetapi kalau dia mau seks, dia akan bermanis muka pada saya. Atau kalau ibunya mau datang, dia jadi baik sekali. Dia mau supaya saya melayani mamanya. Tapi bagaimana bisa ya, begini terus. Lama-lama, saya merasa hanya dimanfaatkan suami saya sendiri."
Pola ini merusak pernikahan, maka perlu diperbaiki. Perasaan jengkel karena merasa dimanfaatkan pasangan, perlu dikelola. Suami dan istri seyogyanya memiliki cinta yang tulus dan sabar menanggung kelemahan tertentu pasangan. Jika sulit melakukannya, pasangan ini perlu meminta pertolongan konselor perkawinan.
Enam, tidak bertanggung jawab.
Kami menjumpai kasus seorang istri yang sukses berkarier di luar rumah menggunakan waktunya untuk "gaul" tanpa meminta izin kepada suaminya. Dia mengatakan akan pulang larut karena ada rapat kantor. Padahal dia pergi dugem dengan teman-temannya.
Ada lagi kasus seorang istri datang ke kantor kami karena suaminya sudah delapan tahun tidak berbicara dengan dia. Mereka masih tinggal seatap tetapi sama sekali tidak ada komunikasi. Sang suami menjadikan rumah seperti hotel, pergi-pulang tanpa kesan dan pesan. Suami demikian dikategorikan tidak bertanggung jawab.
Di Indonesia, 30% perceraian terjadi karena salah satu pasangan meninggalkan tanggung jawabnya terhadap keluarga. Yang dimaksud di sini bukan jobless, yang terkadang memang tidak terhindarkan, melainkan sifat seseorang yang cenderung mau enaknya saja.
Sifat ini biasanya sudah terbentuk sejak masa kanak-kanak. Jadi kalau ditemukan sesudah menikah, maka tidak mudah untuk mengubahnya. Jika istri terus ngomel menuntut suami berubah, dapat menjadi bumerang dimana suami tidak nyaman digurui. Sebaiknya temui konselor perkawinan, agar terapislah yang berbicara dengan suami Anda.
 
Julianto Simanjuntak
dari buku "KETRAMPILAN PERKAWINAN" (Julianto Simanjuntak & Roswitha Ndraha)
Pengguna iPad dan iPhone bisa unduh ebook kami di http://juliantobooks.mahoni.com
Follow twitter @PeduliKeluarga

Sent by PDS 
http://pds-artikel.blogspot.com 

--
Posting oleh PDS - Alumni PIKA ke Artikel pada 3/22/2014 09:33:00 PM

TETANGGA


Tadi Malam saya mengeluh dalam hati tentang "keributan" tetangga sebelah. Sobat-sobat yang pernah tinggal di Minahasa - Manado mungkin tidak asing lagi dengan suara organ tunggal dan suara emas dari orang-orang Manado. Acara duka (kematian) maupun suka (HUT, pernikahan dan syukuran) - dipastikan - ada organ tunggal hingga subuh. Awalnya saya yang orang Jawa mengeluh kenapa sampai tengah malam mereka masih nyanyi-nyanyi. Suara keras lagi.
Tadi malam saya sungguh-sungguh mengeluh dengan tetangga sebelah. "Tapi mau apa?"
Daripada tidak bisa tidur, saya mulai mencoba memaknai dalam perspektif kata. Saya mencoba melihat arti: tetangga, tangga dan neighbours. Saya malah dipusingkan dengan kata "tetangga." Tetangga "real" - nyata saja sudah membuat pusing ditambah lagi kata tetangga itu sendiri.
Kata Neighbour dari Neighbor (Anglo-Saxon, "neah" - "near" artinya dekat dan "bur" artinya - husbandry artinya: pertanian. Atau bhs Belanda "Boer" dan bhs Inggris: "Boor". Neighbour awalnya menunjuk pada tempat dekat dengan wilayah pertanian. Sinonim dari Neighbour adalah "Vicinity" dari "vicus" artinya dusun.
Lalu saya berpikir, tetanggaku bukan sebuah dusun atau lahan pertanian tetapi rumah-rumah yang isinya manusia-manusia dengan segala keunikannya.
Saya lihat buku "Etnologi" dan ternyata tetangga itu berasal dari "tangga." Waktu kecil, kalau "simbok" saya mencari kutu dan sambil ngenggosip itu dinamakan "Nonggo"
"Bagaimana ini bisa terjadi?"
Dari cara hidup yang nomade ini. Kita dapat melihat bagaimana bentuk rumah bangsa Indonesia yang asli. Karena mereka mengembara di hutan-hutan yang banyak binatang buasnya. Untuk melindungi diri mereka mendirikan rumah di atas tiang (Di Manado namanya Rumah Panggung). Bahkan ada yang membuat rumah di atas pohon.
Dengan bentuk rumah yang demikian itu sebagai sarana untuk turun-naik digunakanlah alat yang disebut Tangga. Jadi alat itu dipergunakan dengan tujuan untuk bertemu. Maka muncullah kata Tetangga.
Dari sana pula saya bermimpi tentang "The Ladder od Jacob" yakni sebuah tangga yang menghubungkan antara surga dan dunia (Bdk. "Mimpi Yakob").
Tapi baiklah kita berrefleksi, makin tinggi tangga, maka makin baiklah relasi kita. Tetangga yang saling ketemu lama-lama malah akan tidak baik, "Adoh mambu kembang, cedhak mambu bathang" - Jauh bau bunga dekat bau bangkai. Srigunung.
Maka benar pepatah Inggris, "Good fence make good neighbours" - pagar yang baik menjadikan kehidupan bertetangga baik. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa "rumput tetangga kadang-kadang lebih hijau." Ada-ada aja nih, tidak bisa tidur gara-gara tetangga malah bermimpi "tangga Yakub."
Senin, 24 Maret 2014 Markus Marlon

Sent by PDS 
http://pds-artikel.blogspot.com 

--
Posting oleh PDS - Alumni PIKA ke Artikel pada 3/23/2014 11:00:00 PM