Selasa, 12 Agustus 2014

RENCANA


 ( M   o   t   i   v   a   s   I )
 
          Pernah suatu hari ada seorang karyawan berkata, "Saya akan pergi ke Jakarta." Namun dalam bergulirnya waktu, karyawan itu belum juga berangkat ke Jakarta. Usut punya usut,  ternyata dia tidak membuat perencanaan yang matang atas keberangkatannya.
          "Rencana" adalah sebuah kata dari bahasa Sansekerta yang berarti susunan kegiatan. Dengan adanya rencana, seseorang  telah  menyusun kegiatan-kegiatannya sehingga bisa terlaksana. Ia tidak hanya berkata, "Saya akan…" melainkan ia berkata, "Saya berencana untuk…"  Orang yang berencana memunyai jadual atau agenda yang jelas dan pasti. Yesus pun pernah mengajar tentang perencanaan, "Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu" (Luk 14: 28).  Bahkan pepatah kuno pun berkata, "Gagal untuk merencanakan adalah merencanakan untuk gagal." Ini berarti seseorang perlu untuk  "duduk dahulu" membuat rencana yang benar.
          Betapa pentingnya  pembuatan sebuah  rencana. Stephen Covey  (1932 – 2012) dan Rebecca Merrill dalam bukunya yang berjudul,   "First Thing First"  menulis tentang kehebatan pohon bambu China.  Dikisahkan bahwa pohon bambu itu selama lima tahun pertama bertumbuh untuk memperkuat akar-akarnya. Setelah akar sudah kokoh-kuat, baru pohon bambu China itu bertumbuh dengan cepatnya menjulang tinggi, meskipun terhempas angin kencang sekalipun, pohon-pohon bambu China itu tetap berdiri kokoh.
          Sebuah rencana dibuat untuk masa depan – yang tentunya – mengacu pada pengalaman masa lalu dengan membuat evaluasi kerja. Smith Wigglesworth (1859 – 1947)  menulis, "God's plan for us  is to forget the past because the future is so amazingly wonderful" – Rencana Tuhan untuk kita adalah untuk melupakan masa lalu karena masa depan itu sangat indah luar biasa.  Orang yang berputar-putar dengan masa lalu sangat sulit untuk melihat dan merasakan keindahan masa depan. Orang itu berkutat dengan pengalaman masa lalu yang mungkin suatu kegagalan dan  rasa bersalah sehingga sulit untuk merencanakan sesuatu yang mengembangkan. Bayang-bayang kegagalan di masa lampau sangat menghalangi seseorang membuat rencana yang jernih.  
          Untuk membuat rencana tentunya seseorang melihat dulu kepada kekuatan dalam diri sendiri. Orang Yunani kuno mengatakan,  "gnouthi seauton"  – kenalilah dirimu sendiri.  Sun Tzu (400 – 320 seb. M) ahli strategi perang dalam bukunya yang berjudul   The Art of War  menulis, "Kenalilah musuhmu, kenalilah diri sendiri. Maka kau bisa berjuang dalam 100 pertempuran tanpa risiko kalah. Kenalilah bumi, kenalilah langit dan kemenanganmu akan menjadi lengkap."  Yesus pun juga pernah bersabda, "Atau raja mana yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang, ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang"  (Luk 14: 31).
Pada zaman muthakhir ini, orang-orang dalam membuat rencana menggunakan  analisis  SWOT (Strenght – Kekuatan, Weakness – Kelemahan, Oportunity – Kesempatan dan Threat – Tantangan). Dengan perencanaan yang matang – melalui proses yang panjang pula – tentunya akan menghasilkan perencanaan atau program yang dapat diandalkan.  Namun kita harus menyadari bahwa sebaik-baik rencana, kita harus tetap berpegang pada Tuhan, seperti yang diucapkan dalam Pepatah Latin, "Homo proponit sed Deus disponit" yang berarti: Manusia merencanakan tetapi Tuhanlah yang menentukan.
 
Jumat, 21 Maret 2014   Markus Marlon 

Sent by PDS 
http://pds-artikel.blogspot.com 

--
Posting oleh PDS - Alumni PIKA ke Artikel pada 3/20/2014 08:24:00 PM