Selasa, 12 Agustus 2014
JEJAK
(Serpihan-Serpihan Kisah Yang Tercecer)
Beberapa hari lalu – tepatnya – hari Sabtu, 17 Mei 2014, saya jalan-jalan di halaman SMP-SMA Muhammadiyah, Jl. KH. Ahmad Dahlan – Luwuk (Sulawesi Tengah). Di sana ada seorang siswa memegang bendera semapore (cara untuk mengirim dan menerima berita dengan menggunakan bendera, batang, dayung atau tangan kosong). Kemudian saya mendekati satu regu yang sedang "mencari jejak." Kegiatan ini menarik sekali bagi kaum remaja untuk membina sikap mental yang positif. Dalam beraksi mereka bagaikan MacGyver, sebuah petualangan action gaya Amerika yang digarap oleh Lee David Zlotoff. Untuk memecahkan suatu problem, perlu dicari jejak-jejak langkah pelakunya.
Pada saat-saat tertuntu, orang ingin sekali menghilangkan jejak jika ternyata masa lalunya kurang baik . Bahkan dalam dunia kriminalitas ada suatu gerakan memutuskan mata rantai, semacam menghilangkan jejak dengan cara membunuh saksi, misalnya. Kalau seseorang ingin menghilangkan sejarah, berarti membunuh pembuat sejarah itu, seperti Malin Kundang yang tidak mengakui bahwa wanita itu adalah ibu kandungnya. Akibatnya, ia dikutuk menjadi batu.
Namun dalam dunia nyata, tidak seorang pun mampu menghilangkan masa lalunya. Bung Karno (1901 – 1970) pernah mengatakan, "Jasmerah" yang berarti Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. Dan memang untuk menjadi pengayom masyarakat, syarat utama adalah memiliki rekam jejak (track record) yang baik dalam hidupnya. Mungkin kita bertanya, "Bagaimana mungkin akan membawa domba ke tempat rumput yang hijau jika orang yang sama pernah membantai domba-domba tersebut?"
Dalam dunia kuno, ada suatu kebiasaan yang disebut damnatio memoriae, kutukan terhadap cacatan nama baik seseorang. Seseorang yang telah banyak menunjukkan pengabdian kepada negara, namanya akan tercantum dalam buku-buku peringatan dan dalam prasasti-prasasti serta buku-buku sejarah. Tetapi jika ternyata, ia melakukan perbuatan-perbuatan yang hina dan tidak terpuji, maka nama orang orang itu akan dikutuk. Pada waktu itu, kehancuran secara total akan menimpanya yaitu bahwa namanya akan disirnakan dari semua buku atau prasasti yang pernah memuatnya (Bdk. William Barclay dalam bukunya yang berjudul "Memahami Alkitab: Surat Galatia dan Efesus" hlm. 105).
Pepatah Latin menulis, "Vestigia, nulla retrorsum" – Jejak kaki itu tidak ada yang mundur. Namun bagi para gerilyawan untuk mengelabuhi musuh-musuh, mereka harus membalik jejak-jejak sandal atau sepatu yang mereka pakai. Dan ini tentunya akan membingungkan bahkan bagi tentara yang memiliki peralatan secanggih Amerika. Kisah seperti ini dapat dilihat pada jejak perang Vietnam di War Remnants Museum yang di sana berdiri Patung Om Ho Chi Minh (1890 – 1969).
Ketika sedang menulis "Jejak" ini saya menjadi geli sendiri sebab kucing yang selalu menemaniku kerja, jika sehabis membuang hajat, dia selalu menutupinya dan mengendus-endus "jejak" itu. Hal tersebut dibuat supaya tidak ada kucing lain atau anjing yang mengetahui jejaknya. Lalu pikiran saya terbang ke toilet di pelabuhan kapal terbang (Airport), di sana tertulis, "Jangan tinggalkan Jejak. Kering itu Sehat." Saya tidak mengerti maksudnya. "Wallahualam" – Allah yang lebih mengetahui.
Senin, 19 Mei 2014 Markus Marlon
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com
--
Posting oleh PDS - Alumni PIKA ke Artikel pada 5/19/2014 05:56:00 PM