Selasa, 12 Agustus 2014
MENJELEKKAN
(Serpihan-Serpihan Kisah Yang Tercecer)
Ketika saya sedang berenang di pantai Kilo Lima Luwuk – Sulawesi Tengah (Kamis, 29 Mei 2014), ada seorang anak kecil menangis tersedu-sedu. Kemudian saya bertanya mengapa menangis. Jawabnya adalah karena dirinya dijelek-jelekkan oleh temannya. Mendengar kata-kata anak kecil itu, pikiranku langsung melambung jauh memasuki lorong-lorong waktu beberapa tahun yang lalu, bagaimana nama saya dijelek-jelekkan. Memang menyakitkan!
Setiap orang tentu pernah dijelek-jelekkan atau difitnah. Dan – sialnya – sasaran kejelekan itu adalah nama diri kita. Kalau orang menjelekkan gigi saya yang tongos atau tangan saya yang ada panunya tidak masalah. Tetapi jika orang lain sudah menjelekkan nama diri, maka akan berakibat lain. "Nomen est omen" – Nama adalah pertanda. Dalam sebuah nama selalu terkandung sebuah harapan baik. Tidak mengherankan jika nama baik itu senantiasa dijunjung tinggi. Lihat saja berapa kasus tentang "pencemaran nama baik" yang sering masuk dalam media.
Dalam dunia politik, menjelekkan orang lain bisa disamakan dengan black campaign atau kampanye hitam. Kampanye hitam sebenarnya semacam gosip, hanya ini dilontarkan dalam rangka perebutan kedudukan, posisi dan kesempatan serta kepentingan pribadi/ kelompok. Kata-kata (whispering campaign) yang dilontarkan lawan politiknya mampu menembus benteng atau geladak kapal yang paling tahan meriam sekalipun. Bahkan Napoléon Bonaparte (1769 – 1821) lebih takut black campaign daripada moncong meriam.
"Annus horribilis" – tahun yang dahsyat; tahun yang mengerikan ini orang-orang saling menjelekkan. Yang dulu lawan, kini menjadi kawan dan sebaliknya. Dalam dunia politik muncul suatu pepatah, "Hostis aut amicus non est in aeternum; commoda sua sunt in aeternum" – Lawan atau kawan itu tidak ada yang abadi; yang abadi hanyalah kepentingan. Dulu saling memuji namun saat ini mereka saling menjelekkan.
Bahasa Yunani untuk orang yang suka menjelekkan orang disebut diabolos (bhs. Latin diabolus dan bahasa Inggris: diabolic) yang juga diterjemahkan dengan "iblis." Iblis adalah teladan bagi orang yang suka menjelekkan orang lain dan baginya iblis adalah pemimpinnya. Dalam arti tertentu, menjelekkan orang lain adalah dosa yang kejam. Kata sifat diabolical memiliki arti: kejam. Diabolical torture berarti penyiksaan yang kejam dan diabolical grin berarti seringai yang menyeramkan, menyeringai seperti iblis. Bila harta benda seseorang dicuri, ia masih dapat mencarinya lagi tetapi jika nama baiknya jatuh, kerusakannya tidak dapat diperbaiki lagi.
Shakespeare (1564 – 1616) pernah menulis puisi:
Nama baik adalah permata indah di dalam jiwa.
Siapa yang mencuri kantongku hanya mencuri sampah, semua itu tidak berarti. Dulu milikku, kini miliknya dan telah menjadi milik ribuan orang.
Tetapi siapa yang mencuri nama baikku, merampok sesuatu yang tidak akan membuatnya kaya dan tentu membuat aku menjadi miskin, semiskin-miskinnya.
Sabtu, 31 Mei 2014 Markus Marlon
Sent by PDS
http://pds-artikel.blogspot.com
--
Posting oleh PDS - Alumni PIKA ke Artikel pada 5/31/2014 07:55:00 AM