Senin, 11 Agustus 2014

RUMAH

(Mencari Makna sebuah Peristiwa)
 
          Bulan Juli 2014, saya sempat beberapa hari berada di Woloan – Tomohon Barat – Sulawesi Utara. Di sana saya melihat Rumah Woloan yang sudah termasyur di mana-mana, bahkan ke manca negara.  Sejak pagi-pagi, para tukang bangunan sudah mulai bekerja. Melewati Kalurahan Woloan Satu, saya hanya mengiyakan  dan berkata dalam hati, "Memang rumah-rumah itu sungguh indah."  Rumah Woloan.
          Rumah, memang tempat yang selalu dikenang. Dan "halaman"  rumah  yang dulu pernah menjadi tempat bermain masa kanak-kanak,  amat sangat dirindukan. Kita menjadi ingat akan lagu, "Desaku yang kucintai pujaan hatiku…" dan jika kita menyenandungkan lagu tersebut  - apalagi – di tanah rantau,  kadang membuat bulu kuduk berdiri.
          Mangunwijaya (1929 – 1999)  dalam bukunya yang berjudul, "Burung-burung Manyar" mengingatkan kita bahwa burung manyar berusaha membuat  "rumah" yang indah supaya burung betina berkenan "singgah" di rumahnya.  Dan seandainya, calon pasangannya tidak mau masuk ke dalam "rumah"-nya, maka segera dibongkarlah "rumah" tersebut untuk membangun "rumah" yang baru lagi. Thérèse dari Lisieux (1873 – 1897) pernah sakit dan ternyata setelah diselidiki, ia rindu akan rumah masa kecilnya yakni di Buissonnets. Henry Nouwen (1932 – 1996) menuliskan bagaimana para misionaris yang telah menghabiskan waktu pada masa mudanya di tanah misi, pada  usia tuanya – di negeri asalnya –  merindukan  "rumah" masa lalunya (Bdk. Pelayanan Yang Kreatif, hlm. 103).  Belum lama ini pula – Idul Fitri – orang berbondong-bondong mudikke kampung halaman demi melihat  "rumah" dan tentu untuk bersilaturahmi dengan sahabat dan kerabat dekat.  Ini yang dikisahkan oleh Umar Kayam (1932 – 2002)  dalam  "Burung-burung Rantau"  bahwa pada akhirnya manusia meskipun merantau tetap ingin kembali ke rumahnya sendiri-sendiri. Bahkan dikatakan pula bahwa seorang penulis memiliki "rumah"nya sendiri. Isaac Bashevis Singer (1902 – 1991) menulis, "Every writer has an address."
          Rumah dalam bahasa Latin diartikan sebagai  Domus. Maka di seminari-seminari ada tempat yang namanya  Domus Patrum yang berarti Rumah para pastor, pater atau rama. Kita juga pernah mendengar kata  Domus Dominiyang artinya Bait Allah. 
          Kalau kita mencermati kata  domus (=rumah),  pikiran kita tertuju kepada Dominus yang berarti Tuhan, "Dominus dedit, Dominus abstulit; sit nomen Domini benedictum – Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil; terpujilah nama Tuhan (Ayb 1: 21). Dominus juga bisa diartikan sebagai Tuan, "Quo Vadis Domine?" – Where are you going, Lord – Hendak pergi ke manakah  Tuan?"  Novel dengan judul, "Quo Vadis" karya Henryk Sienkiewicz ini hendak memerlihatkan kisah Petrus yang menyapa seseorang yang tidak dikenal – di Jalan Appia (Via Appia)  dengan sebutan Tuan. Dan ternyata Dia itu adalah Yesus yang hendak ke Roma untuk disalibkan yang kedua kalianya.
          Tentu saja seorang dominus (Tuan) adalah mereka yang memiliki rumah sebagai tempat orang-orang berlindung. Ia memberikan tempat berteduh. Namun sebenarnya jika kita runut ke belakang,  seorang tukang kayu memukul kayu untuk membuat rumah akan terdengar ketukan, "tom, dom, tom, dom," dan dari sana, kata bertukang mendapatkan asalnya dari tiruan banyi tersebut. Dominus, si tukang kayu itu merencanakan, menyusun batu-batu bangunan dan memergunakan papan untuk atap, "Nisi Dominus aedificaverit domum, in vanum laboraverunt qui aedificant eam" – Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah pengawal berjaga-jaga. Bahkan kita bisa berseru kepada Tuhan, "Engkau adalah Rumah kami!"
          Sementara menulis "Rumah"  di kejauhan terdengar samar-samar nyanyian dari God Bless dengan judul, "Rumah Kita"
Hanya bilik bambu tempat tinggal kita
Tanpa hiasan, tanpa lukisan
Beratap jerami, beralaskan tanah
Namun semua ini punya kita
Memang semua ini milik kita, sendiri
Hanya alang alang pagar rumah kita
Tanya anyelir, tanpa melati
Hanya bunga bakung tumbuh di halaman
Namun semua itu punya kita
Memang semua itu milik kita
Haruskah kita beranjak ke kota
Yang penuh dengan tanya
Lebih baik di sini, rumah kita sendiri
Segala nikmat dan anugerah yang kuasa
Semuanya ada di sini
Rumah kita
Lebih baik di sini, rumah kita sendiri
Segala nikmat dan anugerah yang kuasa
Semuanya ada di sini
Rumah kita
Lebih baik di sini, rumah kita sendiri
Segala nikmat dan anugerah yang kuasa
Semuanya ada di sini
Rumah kita
Rumah kita
Ada di sini
 
 
Jumat, 08 Agustus 2014  Markus Marlon
  
Website : 
http://pds-artikel.blogspot.com 

--
Posting oleh PDS - Alumni PIKA ke Artikel pada 8/08/2014 03:46:00 AM