Rabu, 27 September 2017

LUBRICATE YOUR MIND - IV. KESEHATAN MENTAL


Seorang wanita dalam usianya yang tiga puluhan, sakit dan lemah, mendatangi dokter demi dokter di tempat praktek mereka. Walaupun para dokter yang kompeten sudah berusaha, kondisinya terus merosot dengan perlahan–lahan. Entah ada sesuatu yang salah dengan dirinya atau psikosis yang mendorongnya secara obsesif datang  dari dokter ke dokter sambil selalu mencari penentraman ilusif akan kesehatan, kenyataannya kondisi dia tetap semakin buruk, bukan semakin baik.

Kemudian ia mendapatkan suatu bentuk lain pengobatan. Ia mendengar seorang pembicara mendiskusikan kekuatan pikiran di dalam proses penyembuhan.

Untuk pertama kalinya, wanita ini menjadi sadar bahwa penyembuhan spiritual adalah bentuk  ilmiah dari kegiatan berpikir, bukan hanya dirasakan di dalam masalah psikologis, tetapi juga di dalam kondisi fisik yang aktual.

Ditunjukkan bahwa ‘kekuatan hidup’ dapat distimulasi atau ditekan oleh sikap pikiran, termasuk iman dan keyakinan.

Ceramah tersebut tidak diberikan oleh ‘penyembuh kebatinan’ tetapi oleh ahli yang terlatih secara ilmiah yang telah membuat studi tentang efek pikiran pada keadaan mental dan fisik.

Ini adalah pada hari–hari awal ilmu pengetahuan yang telah menjadi amat canggih dan umumnya dihormati di bawah istilah kedokteran psikomatik, berkenaan hubungan antara pikiran dan tubuh.

Wanita ini amat terkesan oleh konsep ini yang merupakan hal baru baginya. Manfaat pengobatannya diperlihatkan melalui fenomena yang terjadi sesudah pertemuan tersebut. Sambil berjalan sepanjang jalan bersama suaminya, ia tiba–tiba berhenti di tempat tenang di bawah pepohonan.

Dengan suara keras ia membuat penegasan : “Saya menegaskan bahwa saya diciptakan oleh Tuhan, dan bahwa Ia yang menciptakan juga dapat menciptakan kembali. Saya menegaskan bahwa kekuatan hidup sekarang mengalir ke seluruh tubuh fisik saya. Saya selama ini menghalanginya dengan pikiran sakit saya. Saya menegaskan bahwa mulai saat ini saya akan berpikir sehat, percaya sehat, bertindak sehat. Vitalitas dan kegembiraan sekarang beroperasi di dalam keseluruhan diri saya. Seluruh organisme fisik saya dibebaskan untuk berfungsi sebagaimana yang dimaksudkan oleh Sang Pencipta. Saya menegaskan dan menegaskan kembali kekuatan hidup yang dinamis.”

Walaupun ia tidak mengalami perubahan dalam semalam, ia benar–benar mulai memperlihatkan sikap yang baru dan lebih sehat. Pola berpikirnya diperiksa dengan cermat. Ia berkonsultasi dengan dokter dengan cara yang biasa untuk check–up. Fobia obatnya berkurang hingga ia menggunakan obat dengan resep dokter secara bijaksana. Perubahan tersebut pasti berhasil, karena dilaporkan bahwa wanita itu menjalani kehidupan yang aktif dan sehat, meninggal dalam usia sembilan puluh tahun karena penyakit lazim yang disebut usia lanjut.

Kata–Kata Kita dan Pengaruhnya Pada Kehidupan

Kita pasti pernah mendengar seseorang mengatakan, “Kamu akan memakan buah dari perkataanmu,” atau “Mulutmu harimaumu,” atau mungkin karena sekarang era media sosial kita tidak memakai ‘mulut’ tetapi ‘jari–jari’ untuk membuat sebuah komentar.

Sepertinya kalimat tersebut tidak terlalu berarti, padahal kenyataannya kita memang memakan buah dari kata–kata kita. Apa yang kita katakan tidak hanya mempengaruhi orang lain, tapi juga diri kita sendiri.

Seperti Tuhan menciptakan alam semesta dan segala isinya dengan ‘SabdaNya’, kita sebagai makhluk yang paling sempurna, diwarisi kemampuan menciptakan dunia kita masing–masing melalui perkataan kita.

Kata–kata akan sangat indah apabila digunakan dengan tepat. Kata–kata dapat menumbuhkan percaya diri, menguatkan, dan memberi semangat kepada yang mendengarnya. Kata–kata yang tepat diucapkan dan pada saat yang tepat dapat merubah kehidupan.

“Seseorang bersukacita karena jawaban yang diberikannya, dan alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!” Tulisan Raja/Nabi Sulaiman – 900 SM.

Kita dapat meningkatkan kegembiraan kita sendiri dengan mengatakan kata–kata yang tepat. Kita juga dapat membuat diri kita kecewa dengan mengatakan hal–hal yang tidak perlu tentang masalah kita atau hal–hal pada masa lalu yang menyakitkan, mungkin hubungan yang tidak berjalan baik dengan orang lain.

Misalnya, kita pernah mengalami situasi yang mengecewakan dan hal itu terjadi justru dengan teman dekat kita, dan kalau kita perhatikan di saat kita membahas tentang hal yang mengecewakan ini, akan sangat susah bagi kita untuk melepaskannya dari kepala kita sampai kita siap pergi tidur hari itu.

Akhirnya kesadaran akan membantu kita dan kalau kita ingin hal yang mengecewakan ini berakhir, maka secara mental kita harus menghentikannya didukung secara verbal, kita tidak perlu mengulanginya dengan kata–kata kita.

“Apasih yang sebetulnya terjadi?” kita dapat menjawab,”Akan lebih baik bagiku kalau aku tidak membicarakan hal ini.”

Apakah yang akan terjadi ketika kita berbicara?

Kata–kata yang keluar dari mulut kita, akan masuk ke telinga kita juga  telinga orang lain, kemudian kata–kata itu bisa memberi kita kebahagiaan atau kesedihan, kedamaian atau kekecewaan, tergantung jenis kata–kata yang kita ucapkan.

Kehendak Sang Pencipta adalah agar roh kita bersinar dan bebas agar dapat berfungsi dengan baik, bukannya murung dan tertekan. Kita dapat belajar memilih hal–hal yang baik, sehat dan benar masuk ke dalam pikiran kita dan menolak hal yang buruk/salah.

Ada pepatah,”Kemana pikiran kita pergi, disitulah tubuh kita akan ikut,” dan bisa juga,”Kemana pikiran kita pergi, disitulah mulut kita akan ikut.”

Ketika kita memahami pengaruh/kekuatan kata–kata dan menyadari kalau kita dapat memilih apa yang kita pikirkan dan katakan, kita dapat merubah hidup kita.



Rencana untuk Mengatakan Hal yang Positif

Telah diajarkan kepada kita untuk memperbaharui budi/pikiran kita tiap pagi.

“Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak–sorak dan bersukacita karenanya!” Tulisan Raja/Nabi Daud – 1000 SM.

Memiliki pengharapan yang baik akan masa depan hidup kita, dan atas dasar itu mengatakan hal yang baik adalah salah satu hal yang menyehatkan yang dapat kita lakukan,

Kita bahkan tidak perlu mengucapkan dengan kata–kata pada orang lain untuk meningkatkan sukacita kita. Cukup dengan mengucapkan dan meyakini dalam hati kita sudahlah cukup untuk dapat membuat kegembiraan/kebahagiaan muncul.


Mengatasi Ketakutan dengan Iman

Setiap orang menghadapi dan akan menghadapi saat–saat yang menakutkan. Kita perlu berada–mungkin selalu berada dalam sebuah kondisi dimana, ketika hal yang menakutkan itu datang, kita bisa dengan segera menjalaninya di dalam iman percaya dan dapat berkata,”Saya dapat melakukannya/menghadapinya apa pun itu, bersama Tuhan yang akan memberiku kekuatan. Saya tidak akan takut.”

Ketika kita melepaskan kekuatan iman/percaya kita, kita dapat menerimanya kekuatan yang dari Tuhan, karena kita mengatakan bahwa kita percaya kalau Tuhan akan memberikan kekuatan untuk melalui masa–masa yang menakutkan dan terbang di atasnya. Tetapi tanpa percaya kita akan hidup dalam ketakutan.

Beberapa contoh ketakutan yang sering terjadi :

1. Kekhawatiran

“Sebab itu Tuhan menanti–nantikan saatnya hendak menunjukkan kasihNya kepada kamu, sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab Tuhan adalah Allah yang adil, berbahagialah semua orang yang menanti–nantikan Dia!”  Tulisan Asha’ya – 700 SM.

Ada saat di mana kita merasa bahwa sesuatu hal yang buruk akan terjadi. Malapetaka apa yang akan terjadi setelah ini?

Jika perasaan seperti ini terus menguasai, bukan sikap berjaga–jaga/antisipasi yang terjadi, tetapi kekhawatiran.

Maka kita ditantang oleh Asha’ya yang menulis kira–kira 27 abad yang lalu, agar kita mengharapkan berkat. Berkat apa yang kira–kira akan kita terima. Kebiasaan untuk mengharapkan hal baik terjadi dan bukan mengkhawatirkan hal yang buruk, karena Tuhan ingin memberikan hal yang baik pada kita.



2. Penolakan

“Apabila orang–orang benar itu berseru–seru, maka Tuhan mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya. Tuhan itu dekat kepada orang–orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang–orang yang remuk jiwanya.” Tulisan Raja/Nabi Daud – 1000 SM.

Penolakan memang menyakitkan, tetapi kita perlu belajar dan mengetahuinya, bahwa kita tidak bertanggung jawab untuk membuat tiap–tiap orang menyukai kita. Tulisan Daud 30 abad yang lalu meyakinkan dan menantang kita untuk dapat melakukannya. Kita bertanggung jawab untuk menjadi diri kita sendiri dan menyatakannya kepada dunia, sesuai dengan karakter dan keunikan diri kita masing–masing. Tuhan memberikan kita individualitas. Kita tidak perlu berpura–pura agar orang lain menyukai diri kita. Jadilah diri kita sendiri.

Jika ada yang perlu dirubah dalam diri kita, percayalah, Tuhan akan menunjukkan pada kita.



3. Hidupku tidak akan berubah baik

Mudah bagi kita untuk berpikir,”Saya tidak akan pernah berubah; keluargaku tidak akan pernah berubah; saya tidak akan pernah punya uang yang cukup; saya tidak akan pernah menikah; saya tidak akan pernah hidup damai; saya tidak akan pernah bisa menikmati hidupku..” Sebetulnya, semua hal, keadaan, situasi–selalu mengalami yang namanya perubahan, hanya satu hal yang tidak berubah, yaitu Tuhan.

Ketika pikiran seperti ini merasuk ke dalam benak kita, kita perlu membuka mulut kita dan mulai mengatakan hal yang seharusnya. Jadi, ketika si jahat berkata bahwa hidup kita tidak akan berubah, kita perlu berkata, “Tuhan memiliki rencana yang indah di dalam hidupku, rancangan yang penuh dengan damai sejahtera, dan perubahan yang Dia miliki akan terjadi padaku.”

4. Kegagalan

Saya teringat saat kerap kali saya mengalami kegagalan dan ketakutan akan gagal di dalam hidup saya, tetapi saya tetap melangkah. Ada kalanya kita mengusahakan sesuatu kemudian bisa berhasil dan ada kalanya gagal. Ketika hal itu terjadi pada diri kita, kita perlu mengebaskan debu kegagalan yang masih menempel dan terus melangkah maju. Janganlah rasa takut untuk membuat kesalahan[merasa jangan–jangan ini langkah yang salah] membuat kita berhenti melangkah.

Kita akan mengalami kegagalan dalam hidup kita, tetapi tidak seharusnya kita menjadi pribadi yang gagal. Terjatuh tidak membuat kita gagal, kegagalan terjadi ketika kita berhenti berusaha.

5. Disakiti

Kita bisa pastikan, karena kita hidup bersama orang lain, kita akan disakiti [sengaja maupun tidak sengaja]. Tetapi jangan biarkan ketakutan ini menguasai Anda. Ketika kita mengalami ketakutan semacam ini katakan,”Tuhan, saya akan mempercayaiMu. Ketika saya berusaha untuk berhenti melindungi diriku, Engkau yang akan melindungiku.”

Ketika kita berhubungan dengan banyak orang, dan dari macam–macam tingkatan, kita akan tersakiti. Tetapi tahu atau tidak? Yang Maha Penyembuh hidup di dalam hati/benak/pikiran kita. Segera setelah kita merasa tersakiti, kita dapat segera datang padaNya,”Tuhan, saya berharap Tuhan menyembuhkan luka batinku ini, tetapi aku menolak untuk hidup dalam ketakutan.”